Profil Ranomi Kromowidjojo, Atlet Renang Asal Belanda Berdarah Jawa
Ranomi Kromowidjojo memang asli keturunan Jawa, namun atlet berusia 30 tahun ini merupakan warga Belanda.
Editor: Sanusi
Reaksi pelatihnya cukup menyakitkan. "Dia tertawa dan bertanya kepada saya, berapa jam kamu berlatih sepekan? Ketika saya jawab 10 jam, dia bilang kurang sekali. Saya katakan, hanya seperti itu yang diberikan klub saya. Eh dia malah mengatakan, cari jalan lain atau klub lain."
Namun, jalan terbuka saat dalam uji coba menghadapi Olimpiade 2008, tim estafet putri Belanda yang terdiri dari Inge Dekker, Ranomi Kromowidjojo, Femke Heemskerk, Marleen Veldhuis, Hinkelien Schreuder mampu mencatatkan rekor dunia baru.
"Jadinya saya lolos ke Olimpiade 2008. Di Beijing itulah, saya pertama kali mendapatkan medali emas Olimpiade melalui nomor estafet," katanya.
Setelah itu, lintasan tampak lebih mulus buat Ranomi. Ia meraih medali emas di nomor perorangan, 50 meter gaya bebas di Ompiade London 2012.
"Saat saya menyentuh dinding finis, saya langsung melihat papan pencatat waktu. Ketika melihat nama saya terpampang dengan besar sebagai juara adalah pengalaman yang tak akan pernah bisa saya lupakan."
Namun, keberhasilan di Olimpiade London membawa akibat buruk dalam kehuidupan karier Ranomi. Saat pulang ke Belanda, ia dianggap sebagai pahlawan dan diperlakukan tak ubahnya seperti selebriti.
Menurutnya, keadaan saat itu memang memabukkan.
"kami diperlakukan seperti bintang film."
Untungnya, Ranomi yang telah berusia 22 tahun mampu menyadari kembali tentang motivasinya menjadi atlet renang.
"Saya katakan kepada diri saya, saya tidak mau menjadi selebriti. Saya ingin menjadi atlet renang dan kewajiban seorang atlet renang adalah mencatat waktu terbaik buat dirinya dan menjadi juara," katanya lagi.
Menurut Ranomi, ada dua syarat yang dijalaninya untuk meraih prestasi seperti saat ini. Setiap calon atlet atau pemula harus memiliki impian untuk menjadi yang terbaik. Yang kedua adalah ia harus mencari atau menemukan tim atau individu yang akan membantunya mewujudkan impiannya tersebut. Poin kedua, Ranomi mewujudkannya dengan mendapatkan pelatih yang mampu memotivasi.
"Menjelang Olimpiade Rio 2016, saya mendapatkan cobaan dengan kehilangan dua orang yang paling penting dalam hidup saya saat itu. Pertama pelatih saya yang memutuskan pensiun. Yang kedua, saya putus dengan teman dekat saya. Kehilangan kedua orang ini saat itu benar-benar berpengaruh pada diri saya."
Namun, Ranomi kemudian menemukan orang yang tepat pada pelatih pengganti.
"Pelatih baru ini mengatakan kepada saya bahwa Ranomi sebagai atlet renang hanya bagian kecil dari sosok Ranomi sebagai manusia. Dia juga mengajarkan kepada saya cara mengontrol diri dalam bereaksi kepada segala hal, bukan hanya dalam renang. Ini yang ternyata saya butuhkan. Dengan kontrol diri yang baik saya bisa tahu bagaimna bersikap terhadap kondisi kekalahan, krisis, maupun cedera."