Menangkal Patgulipat Diego Simeone
"Dia (Simeone) selalu menyimpan ledakan yang kadangkala begitu tak terduga, yang tidak terlintas di pikiran siapa pun," kata Mourinho
Seperti Mourinho, Diego Simeone adalah seorang oportunis sejati. Filosofi sepakbolanya sederhana. Menang dan hanya menang. Perihal bagaimana mencapai kemenangan itu, ia akan menempuh segala macam cara. "Parkir bus", tekel-tekel brutal, termasuk cara-cara kotor di luar koridor sepakbola seperti yang ditunjukkannya saat kontra Malaga tadi.
Namun meski banyak dicibir, adalah fakta pula bahwa karakteristik ini yang melejitkan Atletico Madrid. Dari sekadar semenjana menjadi satu di antara klub paling ditakuti di Eropa. Dan hebatnya, Simeone, melakukan itu hanya dalam tempo empat tahun.
Tidak seorang pun menyangka, memang. Tak terkecuali anaknya. Empat tahun lalu, anak Simeone yang ketika itu baru berusia 9 tahun, tertawa saat Simeone mengatakan dirinya akan mengakhiri dominasi Barcelona dan Real Madrid di Spanyol.
"Kau akan menghentikan (Lionel) Messi dan (Cristiano) Ronaldo, Ayah? Kau laki- laki yang hebat. Tapi kukira itu tidak masuk akal."
Pengakuan bagi Simeone juga datang dari Josep Guardiola, pelatih Bayern Munchen, lawan Atletico di Vicente Calderon, dinihari nanti. Ini semifinal kedua bagi Atletico dalam empat musim.
"Dia spesial, salah satu yang terbaik di dunia. Karakternya yang sangat kuat, berhasil mengubah Atletico. Dia membuat seluruh pemain Atletico tunduk dan percaya padanya, dan itu mengubah gaya mereka. Rapat, cepat, dan sangat ngotot. Atletico bermain dengan cara yang tidak disukai oleh semua klub. Tak terkecuali kami. Ini akan jadi pertandingan yang berbeda," kata Guardiola pada ESPN.
Musim depan Guardiola tidak lagi membesut Munchen. Dari Jerman dia bergeser ke Inggris, menukangi Manchester City. Selama tiga tahun di Munchen, Guardiola memberi lima gelar dan potensial menambah maksimal tiga gelar lagi: satu gelar Bundesliga yang boleh dikata hampir, serta DFB Pokal (final kontra Borussia Dortmund digelar 21 Mei 2016) dan Liga Champions. Namun bagi para petinggi Munchen, gelar Liga Champions menjadi yang terpenting karena atas kepentingan inilah Guardiola dikontrak.
Jika kembali gagal, maka Jerman akan jadi jejak yang buruk baginya. Pertama, karena ia justru gagal menyamai pencapaian Jupp Heynckes, pelatih yang digantikannya.
Kisah Heynckes di tahun terakhirnya di Munchen menjadi catatan anomali bagi karier cemerlang Guardiola. Bagaimana tidak. Guardiola dikontrak di tengah musim 2012-13 dengan harapan dia dapat memberikan gelar Liga Champions di musim berikutnya. Manajemen Bayern Munchen "tidak menganggap" Heynckes. Nyatanya, Heynckes mengamuk. Dia memberi tiga gelar sekaligus, termasuk Liga Champions.
Guardiola sendiri gagal. Lebih menyesakkan, kegagalan-kegagalan itu disebabkan oleh klub-klub Spanyol. Musim 2013-2014, Munchen rontok di tangan Real Madrid. Telak pula, 0-1 di Santiago Bernabeau dan 0-4 di Alianz Arena. Musim berikutnya, giliran pada Barcelona mereka takluk. Kemenangan 3-2 di Alianz tidak berguna karena di Camp Nou Bayern Munchen digulung tiga gol tanpa balas.
Jika Atletico juga gagal dilewati, maka lengkaplah sudah. Hattrickgagal oleh klub Spanyol. Guardiola optimistis. Namun ia tetap menyimpan kekhawatiran.
"Mereka (Atletico) selalu berada di level yang berbeda setiap musimnya. Level mereka terus meningkat. Terlepas dari cara bermainnya, mereka adalah klub dengan pemain-pemain bertalenta hebat dan berada di jajaran lima terbaik di dunia. Kami juga berada di sana. Dan ini akan jadi pertandingan yang ketat. Tapi saya kira, kami punya kesempatan lebih besar," ujarnya.
twitter: @aguskhaidir