Masih Minim, Kiprah Perempuan yang Bekerja di Bidang Keamanan Siber
Studi ada 2,72 juta kesenjangan tenaga profesional keamanan siber di seluruh dunia 52 persen di antaranya di kawasan Asia Pasifik
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kiprah kaum perempuan yang bekerja di bidang keamanan siber saat ini masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan peran kaum laki-laki.
Sebuah studi yang dilakukan International Information System Security Certification Consortium tahun 2021 menyebutkan jumlah tenaga kerja perempuan di bidang keamanan siber secara global diperkirakan hanya 25 persen.
Studi ini juga menyebutkan ada 2,72 juta kesenjangan tenaga profesional keamanan siber di seluruh dunia dengan 52 persen di antaranya terdapat di kawasan Asia Pasifik.
Sementara, World Economic Forum dalam The Future of Jobs Report 2020 memasukkan information security analyst (salah satu pekerjaan di bidang keamanan siber) dalam daftar 10 pekerjaan yang diproyeksikan akan mengalami peningkatan permintaan dari dunia industri dalam beberapa tahun ke depan.
Nico Kiroyan, Executive Director Prestasi Junior Indonesia mengungkapkan, temuan pada riset tersebut memberikan aspirasi baru bagi perempuan bahwa mereka memiliki banyak kesempatan untuk mengisi kesenjangan di dunia kerja keamanan siber.
Baca juga: Live Report: Ada 1 Miliar Lebih Serangan Siber ke Indonesia yang Terdeteksi oleh National Security
Pihaknya bersama Microsoft berupaya memfasilitasi para pelajar untuk mengenali seluk beluk kebutuhan industri keamanan siber di masa depan serta mengeksplorasi dan mengembangkan keterampilan dasar yang dibutuhkan sejak sekolah.
Pihaknya menyiapkan sebuah seminar edukasi kesiapan kerja yang diselenggarakan via virtual bertajuk “Women in Cybersecurity” dengan sasaran siswi SMA/SMK dan mahasiswi Indonesia pada Sabtu (12/3/2022).
Nico mengatakan, selain minimnya tenaga profesional keamanan siber, kesadaran dan kemampuan masyarakat Indonesia dalam keamanan digital dan perlindungan data pribadi juga masih terbilang rendah.
Data di Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan masih banyak masyarakat yang mengunggah foto kartu identitas (38,9 persen) dan mencantumkan nomor ponsel pribadi (61 persen) di media sosial serta tidak bisa mengidentifikasi email berisi spam/virus (51,5 persen).
"Hal ini patut diwaspadai mengingat serangan terhadap identitas adalah salah satu kejahatan siber yang kerap terjadi," ujar Nico Kiroyan.
Di 2021 lalu Microsoft mendeteksi dan memblokir 35,7 miliar email berbahaya dan 25,6 miliar upaya pembajakan autentikasi akun secara global.
Nina Wirahadikusumah, Business Strategy Director Microsoft Indonesia mengatakan, percepatan transformasi digital diawali dengan kepercayaan di bidang keamanan siber.
"Tidak ada perusahaan ataupun negara yang dapat memenangkan pertempuran keamanan siber ini seorang diri. Karena itu, kolaborasi lintas organisasi dan sektor memainkan peranan penting," ungkap Nina.