Pindang Bandeng Khas Imlek, Rasanya Lezat, Bumbunya Meresap
Pindang bandeng khas Imlek ini rasanya cetar! Lezat, bumbunya meresap.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM -Pindang bandeng yang banyak duri menyimbolkan bahwa manusia tak lepas dari kesulitan. Lewat pindang bandeng diharapkan manusia bisa melewati kesulitan hidup. ”Banyak duri itu simbol banyaknya kesulitan hidup. Kalau berusaha dan sabar, kita bisa melewatinya,” kata Chef Mak Yat Meng.
Begitulah setiap menu mempunyai makna dan harapan. Makan bersama di hari raya Imlek merupakan sarana untuk mengucap syukur atas berkat sepanjang tahun yang telah lewat. Santap menjadi cara menyampaikan harapan di tahun baru.
Untuk mengenalkan jenis makanan apa yang biasa dihidangkan pada hari yang berbahagia itu kepada masyarakat, Mal Citraland Jakarta, pekan lalu, mengadakan jamuan makan khusus untuk Imlek. Jamuan makan ala Tionghoa juga terdiri atas berbagai tahap. Ada makanan pembuka sampai penutup. Tidak ada ketentuan harus menyajikan berapa jenis makanan dalam acara makan bersama.
”Tidak ada batasan, kalau mau menyajikan 30 jenis masakan juga boleh saja. Tergantung kemampuan setiap keluarga,” jelas Aji Chen Bromokusomo, pakar kuliner Tionghoa.
Sekalipun demikian, ada kebiasaan tertentu dalam menyajikan makanan pembuka. Jumlahnya biasanya ganjil. Bisa lima, tujuh, atau sembilan macam. Pada kesempatan kemarin, pembuka makan bersama bertajuk hot and cold five blessing combination platter. Piring panjang berisi irisan lidah sapi, daging kepiting rebus, cakwe dengan mayones, lumpia, dan ubur-ubur yang dipotong seperti mi.
Rasanya semeriah jenisnya. Ubur-ubur diberi bumbu agak pedas, asam, dan sedikit manis. Sementara lumpia, cakwe, dan irisan daging rasanya gurih. Sajian kedua berupa hipio soup. Semestinya sup itu dibuat dari sirip hiu, tetapi bahan tersebut diganti dengan gelembung renang (bagian perut) ikan kakap. Supaya tak hancur, sebelum dimasukkan ke dalam kuah sup, perut ikan digoreng lebih dulu lalu direndam ke dalam air.
Proses itu menghasilkan gelembung ikan yang berbentuk agak pipih dan kenyal. Untuk melengkapi isi sup, Chef Mak Yat Meng asal Malaysia yang sudah delapan tahun bekerja di Indonesia menambahkan potongan jamur di dalamnya. Rasa sup yang gurih dengan kuah agak kental dan dihidangkan hangat-hangat.
Menurut Aji yang merancang hidangan dalam acara makan bersama di hari raya Imlek itu, menu tersebut menyiratkan makna ketahanan dan keuletan dalam menghadapi kesulitan hidup, baik dalam studi, bisnis, maupun pekerjaan.
Belum usai menghabiskan sup dari mangkok kecil di atas meja, pramusaji sudah membawa piring lonjong berisi bebek panggang yang ditata rapi. Sembari melihat para pramusaji membagikan makanan itu ke atas piring, Mak Yat Meng menjelaskan, yang terhidang di meja tersebut adalah bebek panggang ala Hongkong, bukan bebek ala Peking.
Menurut chef yang bekerja di Hotel Citraland Jakarta itu, bebek panggang Peking hanya disajikan bagian kulitnya. Bagian daging dikonsumsi terpisah. Sementara penyajian bebek panggang ala Hongkong, seluruh bagian daging dan kulit bebek dihidangkan bersamaan. Rasa bebek panggang ini gurih, apalagi bagian kulitnya, bumbunya lebih terasa dan lebih renyah.
Bandeng gaya Jawa
Pergaulan warga etnis Tionghoa dengan penduduk dari etnis Jawa di Jawa sejak zaman dulu menginspirasi kaum peranakan menciptakan makanan khas yang disajikan saat Imlek, yaitu pindang bandeng. Rupanya makanan yang oleh Aji Chen disebut di menu sebagai Breased Pindang Bandeng Fish In Javanese Style itu mengesankan para tetua warga keturunan Tionghoa.
”Apa resep masakan bandeng ini? Rasanya lezat, bumbunya meresap sekali,” tanya Yos Tanubrata, tetua tersebut, kepada Aji dan Mak Yat Meng.
Makanan yang satu ini sangat berkesan di lidah karena selain berbumbu aneka macam bahan seperti tomat, merica, bawang merah, dan kecap, juga dibuat dalam proses cukup lama. ”Semua resep datang dari Pak Aji. Saya memasak berdasarkan petunjuk dia. Bandeng memang direndam lama dalam bumbu supaya rasanya merasuk,” jawab Mak Yat Meng. Proses pemasakan itu menghancurkan duri, tetapi tanpa merusak tekstur daging bandeng.
Selain masakan khas Indonesia tersebut, ada sajian langka, yakni haisom spesial. Haisom sendiri terdiri atas dua kata, hai yang berarti laut dan som bermakna hati. Bahan dasar menunya teripang laut.
Masakan ini menjadi favorit banyak orang, tetapi jarang dihidangkan dalam jamuan makan biasa karena harga teripang laut mahal. Harga teripang per kilogram mencapai sekitar Rp 3 juta. Itulah sebabnya, baik Chef Mak maupun Aji menyatakan, biasanya haisom yang rasanya kenyal tersebut hanya disajikan di acara seperti Imlek. Ia menyimbolkan harapan berlimpahnya rezeki dan keuletan.
Seusai menyantap haisom yang berdaging tebal dengan rasa gurih, giliran mencicipi makanan penutup yang terdiri atas tiga macam. Nuomi fan, semacam dodol dari beras ketan yang dibungkus daun teratai yang rasanya gurih. Hidangan ini menyimbolkan melekatkan, menggalang kebersamaan dan persatuan keluarga agar tetap kompak.
Satu lagi hidangan penutup sebelum irisan buah segar adalah kue keranjang atau nian gao. Kue dari tepung beras itu dihidangkan dengan parutan kelapa yang memberi paduan rasa manis dan gurih yang pas di lidah. Kekayaan alam dan tradisi kuliner itu memperkaya khazanah budaya santap di Tanah Air. (Soelastri Soekirno & Susi Ivvaty)