Sebelum Membangun Masjid Jami, Beduk Dihanyutkan di Sungai Martapura Selama 3 Hari
Masjid Jami adalah masjid tertua kedua di Banjarmasin.
Editor: Mohamad Yoenus
"Akhirnya, dari pada berkelahi dan saling adu pendapat, diputuskanlah secara mufakat untuk menghanyutkan beduk ini di Sungai Martapura selama tiga hari. Setelah tiga hari, dilihat beduknya berhenti di mana. Kemudian disepakati, di mana titik berhentinya beduk ini maka di situlah masjid baru akan dibangun. Ternyata, setelah tiga hari, beduk ini berhenti di lokasi masjid yang sekarang ada ini," tuturnya.
Menurut Masdani, tanah yang digunakan untuk pembangunan masjid ini adalah hasil swadaya rakyat Banjar kala itu. Luasnya dua hektar.
"Menurut cerita orang-orang tua kami dulu, seluruh warga Banjarmasin bergotong royong mengangkut pasir dari Pulau Kembang kemari untuk pembangunan masjid ini," ungkapnya.
Hingga sekarang, masjid ini selalu ramai dikunjungi jemaah, baik sekadar beribadah salat, mengaji Alquran atau bahkan pengajian akbar.
Jemaah Masjid Jami mengaji di Masjid Jami Banjarmasin.
Masjid bercat hijau ini sudah dua kali mengalami renovasi.
"Pertama, di masa pemerintahan Gubernur Gusti Hasan Aman. Ada dua kali perehaban mimbar. Mimbarnya itu masih asli dari masjid yang lama, bahannya dari kayu ulin," katanya.
Perbaikan kedua di masa pemerintahan Gubernur H Rudy Ariffin yang sekarang masih menjabat.
"Dulu yang diperbaiki banyak, mulai dari atapnya, fasilitas umumnya seperti toilet, tempat wudhu, pagar, menara, air mancur, dan sebagainya," katanya.
Sekarang, masjid ini sudah memiliki sebuah lembaga pendidikan formal tingkat tinggi, yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Al Jami', taman kanak-kanak dan rumah imam.
Secara arsitekturnya, sarat pula dengan nuansa Banjar seperti ukiran-ukiran khas Banjar di mimbar, dinding pintu masjidnya, dan di pilar-pilarnya.