Tapis, Kain Tenun Lampung Dengan Sulaman Emas, Inilah yang Membuat Harganya Jutaan Rupiah
Kain tenun khas Lampung itu berharga jutaan rupiah karena berlapis sulaman benang emas dengan tingkat kerumitan pembuatan yang butuh kesabaran.
Editor: Agung Budi Santoso
Berkembangnya dunia fesyen dan kebutuhan masyarakat modern akan produk tersebut, membuat kain nusantara kian menonjol.
Perlahan namun pasti, khasanah nusantara tersebut dapat dinikmati oleh masyrakat dalam banyak produk dan dipakai dalam berbagai kesempatan.
Kain tapis, sulam usus dan batik Lampung yang merupakan tiga dari wastra andalan Lampung pun kini bertransformasi dalam aneka bentuk produk fesyen.
Ia bukan lagi produk yang eksklusif di beberapa kalangan. Tidak lagi hanya sebagai pelengkap dalam kegiatan ritual adat Lampung.
Lebih dari itu, ketiganya kini bisa digunakan oleh siapa saja lepas dari latarbelakang budaya dan tradisi tentunya.
"Belakangan, beberapa dekade memang seperti tapis sudah kian dapat dijangkau. Dalam artian, penggunaannya kian meluas. Ia telah melewati sekat budaya," ungkap perajin, pengamat, dan peneliti Tapis Lampung Raswan Tapis. "Tapis pun sudah berubah ke berbagai macam bentuk produk fesyen," lanjut dia.
Harga kain tenun tapis Lampung bervariasi, tergantung ukuran, tingkat kesulitan pembuatan dan faktor usia. (Tribun Lampung/ Okta Kusuma Jatha)
Raswan juga mengaku bangga ketika tapis banyak dijadikan referensi oleh kalangan desainer. Menurutnya itu menjadi sebuah terobosan besar, karena tapis secara tidak langsung diakui nilai estetiknya.
Jelas tidak mungkin tapis dijadikan referensi, jikalau tapis tidak memiliki nilai istimewa dan keindahan nyata di dalamnya.
"Nilai estetik tapis itu real. Dia dikerjakan dengan penuh kesungguhan hati. Kalau kain lain hanya ditenun. Tapis dikerjakan double, ditenun iya, disulam juga iya. Jika orang yang paham arti seni, tapis adalah masterpiece," ungkap dia.
Maka jangan heran bila kolektor amat memburunya untuk dijadikan koleksi tiada ternilai harganya.
Tapis sudah milik internasional, Amerika, Jepang, Belanda adalah beberapa negara yang kerap warga negaranya menjadikan tapis sebagai buruan. Diburu untuk koleksi, diburu untuk diteliti.
"Apapun itu, masyarakat harus bangga akan capaian tapis. Bukan hanya tapis, sulam usus dan kain batik juga. Kalau masyarakat dunia saja respect, kenapa orang kita malah tidak. Itu kan aneh," sesal dia.
Kini, lanjut Raswan, adalah tugas pemerintah untuk menjaga kelestarian kain nusantara kita dengan menjaga eksistensi kampung-kampung penghasil kain tadi.
Tidak berhenti disitu, sambung dia, pemerintah juga harus membuat regulasi yang dapat mengatur hasil seni produk kain Lampung dan produk masalnya.
"Di Lampung saat ini kan masalah ini belum terselesaikan. Mana produk seni dan masal belum dipahami masyarakat. Kalau ada orang kaget dengan harga kain satu jutaan dan pingin yang 150-an ribu, ini karena hasil seninya belum dilihat," tutur Raswan yang mengatakan wajar jika perbedaan harga tapis mulai dari Rp 250.000 hingga jutaan rupiah.