Kecamatan Pedamaran Sumsel, Berjuluk Kota Tikar
Pedamaran terdiri dari 14 desa dan 8 di antaranya merupakan pusat kerajinan tikar.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Sriwijaya Post, Yandi Triansyah
TRIBUNNEWS.COM, KAYUAGUNG - Di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), ada satu kecamatan yang di juluki “Kota Tikar”. Namanya Kecamatan Pedamaran.
Julukan ini merujuk kepada mata pencarian sebagian besar warga yang tinggal di sana, yakni menganyam tikar.
Pedamaran terdiri dari 14 desa dan 8 di antaranya merupakan pusat kerajinan tikar.
Seorang pengrajin sedang menganyam tikar berbahan purun, di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel. (Sriwijaya Post/Yandi Triansyah)
Seperti Desa Pedamaran 1, Pedamaran 2, Pedamaran III, Pedamaran 4, Pedamaran 5, Pedamaran 6, Menang Raya, dan Lebuh Rarak.
Banyaknya tanaman purun (bahan baku tikar) di kawasan Pedamaran, menjadi potensi penghasilan sendiri bagi warga yang bermukim di kawasan tersebut.
Purun merupan bahan baku utama dalam membuat kerajinan tikar. Tikar sendiri digunakan untuk alas tidur, alas makan, tempat tidur dan sebagainya.
Purun yang tumbuh secara liar di kawasan rawa, dicabut. Kemudia purun tersebut di potong sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian purun yang telah di potong dijemur di bawah terik matahari, gunanya untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam purun tersebut.
Setelah kering, purun diikat menyatu untuk dipukul dengan alat yang disebut antan alias alu. Supaya purun bisa halus sebelum dianyam.
Agar anyaman purun lebih menarik, diberikan pewarna sesuai dengan kebutuhan.
Seorang pengrajin menunjukan hasil anyaman tikar berbahan purun, di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel. (Sriwijaya Post/Yandi Triansyah)
Biasanya orang Pedamaran lebih dominan dengan warna biru, merah dan kuning.
Setelah dilakukan pewarnaan melalui pencampuran warna dan air yang sudah mendidih, tidak perlu waktu lama.
Cukup dicelupkan purun tersebut sekitar lebih kurang satu menit kemudian angkat dan dijemur lagi supaya warnanya dipastikan melekat di purun tersebut.
Baru setelah proses pewarnaan selesai, purun siap untuk dianyam.
Proses pertama dalam menganyam tikar dengan sebutan netar (membariskan satu persatu purun).
Setelah jumlah purun telah dirasa cukup untuk membuat satu helai tikar maka proses menganyam bisa dilanjutkan.
Setidaknya butuh waktu lima-enam jam untuk menyelesaikan satu anyaman tikar.
Biasanya orang Pedamaran dalam kurun sehari bisa menyelesaikan 2-3 tikar.
Tradisi orang Pedamaran dalam membuat tikar biasanya dilakukan beramai-ramai.
Tempat membuat tikar sendiri di dalam tempat tinggal warga sendiri.
Biasanya untuk satu rumah bisa mencapai lima-enam orang. Istilahnya sendiri lebih akrab dengan sebutan Berambak.
Tujuannya Berambak supaya aktivitas menganyam tidak begitu terasa. Karena biasanya sambil nginco (ngobrol) satu sama yang lainya.
Adapun motif tikar yang dihasilkan seperti tikar jalur (begaris), Sisek Salak (warna warni), motif kotak.
Motif jalur atau begaris membentuk bermotif gambar silang kedua sisi tikar.
Motif sisek salak bewarna warni merah kuning dan biru. Sedangkan motif kotak membentuk kotak-kota kecil di dalam tikar.
Untuk motif sisek salak dan kotak dihargai Rp 35 ribu per helai. Sedangkan motif jalu atau begaris hanya dihargai Rp 15 ribu per helai.
Pemasaran tikar Pedamaran sudah merambah di kota besar seperti Palembang, dan Jabodetabek.
Namun sayang, pemasaran hanya dilakukan oleh personal orang Pedamaran sendiri.
Belum ada UKM yang menangungi hasil karya Urang Diri tersebut ke nusantara.
Belum lagi ada ahli fungsi lahan purun menjadi pusat perkebunan. Sehingga saat ini sudah terasa sulit untuk menemukan bahan baku tikar tersebut.
Nah, bagi anda yang tertarik mengunjungi sentra pengrajin tikar berbahan dasar purun, bisa langsung datang ke Pedamaran.
Di sana anda juga bisa belajar sendiri cara membuatnya.