Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Berburu Emas Motif Pintu Aceh, Perhiasan Etnik dari Tanah Rencong

Anda penyuka perhiasan etnik? Tak ada salahnya melengkapi koleksi dengan salah satu perhiasan khas Tanah Rencong, emas motif pintu Aceh.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Berburu Emas Motif Pintu Aceh, Perhiasan Etnik dari Tanah Rencong
Serambi Indonesia/Nurul Hayati
Pengusaha dan kolektor perhiasan antik dan langka Aceh, H Harun Keuchik Leumik memperlihatkan emas motif etnik berupa pintu Aceh. 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati

TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Bagi Anda penyuka perhiasan bertema etnik, tak ada salahnya melengkapi koleksi dengan salah satu perhiasan khas Tanah Rencong, emas motif pintu Aceh.

etnik aceh
Perhiasan emas antik berupa kalung motif bulan sabit.  (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)

Motif ini cukup populer dan diminati, baik di kalangan warga lokal maupun pelancong.

Motif pintu atau yang dalam bahasa lokal disebut pinto banyak diaplikasikan pada bros, cincin, bandul kalung, kerabu, hingga penjepit dasi.

Riwayat motif pintu Aceh

Konon motif yang diadopsi dari pinto khop itu dibuatkan khusus oleh seorang pengrajin Aceh yang berdiam di Desa Blang Oi Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, Mahmud Ibrahim.

Diciptakan pada tahun 1935 atas permintaan seorang opsir Belanda.

Berita Rekomendasi

Sang opsir ingin menghadiahi kado yang bernuansa khas Aceh kepada istrinya yang berulang tahun.

Pinto khop sendiri merupakan pintu gerbang yang dilalui keluarga raja pada abad ke-17 yang menghubungkan Taman Sari dengan Gunongan.

etnik aceh
Perhiasan emas antik berupa kalung motif dirham.  (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)

Terletak di Kompleks Taman Putroe Phang sekarang yang dulunya merupakan bagian dari Kompleks Bustanussalatin.

Modifikasi motif


Oleh H Keuchik Leumik, seorang pengusaha sekaligus kolektor benda-benda antik dan langka motif yang mulanya hanya berupa bros itu lantas dikembangkan dan dimodifikasi.

Barang-barang antik itu memenuhi museum pribadi milik keluarga itu, sedangkan perhiasan yang telah dikreasi kembali ditempatkan di toko untuk diperjualbelikan.

“Selaku kolektor saya memperoleh perhiasan langka itu dari masyarakat yang umumnya kaum berada. Meskipun mahal tetap saya beli karena barangnya sudah langka guna menyelamatkan warisan budaya,” ujar H Harun Keuchik Leumik.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas