Arief Yahya: Sejahterakan Bangsa Maka Besarkan Volume dan Frequensi Turisme ke Indonesia
Api optimisme baru menyala di tengah kunker Menpar Arief Yahya ke New York, Amerika Serikat lalu
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Api optimisme baru menyala di tengah kunker Menpar Arief Yahya ke New York, Amerika Serikat lalu. Bagaimana tidak?
Sekarang punya “Kopassus” alias Pasukan Khusus para diplomat yang akan membantu mewujudkan mimpi Kemenpar menuju angka sakti 20 juta wisman di 2019, dengan turut mempromosikan Wonderful Indonesia di Negeri Paman Sam.
Suasana itu terkesan saat dialog dengan para duta besar dan konsulat di markas PTRI Perutusan Tetap Republik Indonesia pada Perserikatan Bangsa Bangsa, di 325 East 38th Street, New York.
“Sisihkan waktu dan perhatian untuk mempromosikan Wonderful Indonesia. Beri space yang cukup untuk didedikasikan buat membesarkan pariwisata nasional menuju target double 20 juta wisman di 2019. Saatnya membangun negeri, menggenjot wisman, menciptakan ekosistem yang kondusif di luar negeri, ujungnya menaikkan income dan devisa dari sektor pariwisata,” ungkap Menpar Arief Yahya.
Memang, tidak ada garis komando antara Menpar dengan para Duta Besar dan Diplomat yang sedang bertugas di luar negeri.
Seandainya pun dijawab: Tidak bisa, bukan tugas kami, itu juga tidak salah. Tetapi, demi Merah Putih, demi Bangsa Indonesia, jika itu dilakukan maka akan tercipta spirit Indonesia Incorporated. Ini yang oleh Presiden Jokowi acap disebut “revolusi mental” dengan mengesampingkan ego sektoral, mengedepankan semangat ke-Indonesiaan.
“Kami senang, ini semacam enlightenment, pencerahan bagi kami dan para diplomat-diplomat muda yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa. Kami membutuhkan up dating seperti ini, sebagai bahan referensi untuk berdiskusi ke banyak negara di dunia, yang memiliki perwakilan di PBB. Saat ini ada 193 negara di PBB,” jelas Desra Percaya, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Didampingi pada diplomatnya, Muhamad Anshor, Dubes/Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB, Brigjen Jamaludin, Penasehat Militer, bersama Kamapradipta Ismono, Masni Eriza dan Achsanul Habib.
“Setuju, objek wisata kita seperti Pulau Lombok, itu luar biasa! Lengkap dan bisa dikemas menjadi kelas dunia. Kami setuju juga dengan kerja bersama, karena sector pariwisata memang harus dikeroyok bareng-bareng, tidak mungkin berdiri sendiri. Infrastruktur, kebersihan dan kesehatan, keamanan, transportasi, fasilitas publik, dan promosi harus kompak bersama-sama,” jelas Anshor.
Menpar Arief Yahya pertama menggambarkan peta Indonesia di kawasan ASEAN, di bawah Malaysia 27 juta, Thailand 25 juta, bahkan dengan negeri yang amat kecil di tengah Selat Malaka, Singapore 15 juta tahun 2014 lalu. Bandingkan dengan Indonesia? Yang baru 9,4 juta wisman?
“Terlalu jauh dibandingkan dengan potensi yang dimiliki. Malu saya, dengan capaian itu. Harus diakui, kami belum berhasil, itulah yang memaksa kita harus melompat dengan target double,” ujar Menteri Arief Yahya.
Kalau dibedah lebih dalam lagi, Mantan Dirut PT Telkom dan Komisaris Utama PT Telkomsel itu semakin malu.
Namun baginya, lebih baik kehilangan muka sekarang, di tengah para pejabat sendiri, daripada dipermalukan ketika performansi dan capaian targetnya semakin jauh dari proyeksi? Karena itulah, Menpar Arief Yahya buka-bukaan dengan data-data terkini.
“Malaysia punya apa? Berapa banyak destinasi? Seberapa cantik pantai dan lautnya? Bandingkan dengan punya kita? Jauh, bumi langit, kita lebih eksotis, lebih cantik, lebih nature, lebih ramah, lebih alami. Faktanya, kita masih kalah,” jelas pengarang buku bertema marketing dan manajemen “Paradox Marketing” dan “Great Spirit Grand Strategy” itu.
Bandingkan juga dengan Thailand? Phuket, Pattaya, Bangkok, Chiang-Mai, dan lainnya?
“Alam kita lebih jago. Kota Bangkok sendiri saja, dalam setahun 16 juta wisman. Bali kita yang sudah paling top dan hebat itu baru 4 juta lho? Potensinya bisa 10 juta, sampai 2016, dengan cara membuka destinasi terintegrasi di Bali Utara,” kata Arief Yahya.
Apalagi Singapore? Yang hampir 100% objek wisatanya hanya buatan orang atau man made.. Mereka terbatas oleh lahan, tanah dan luasan space, tetapi mereka berhasil membangun pusat perbelanjaan, pusat kegiatan finansial, dan pusat parkirnya kapal-kapal yacht.
“Kita punya Batam Bintan, yang dekat secara jarak maupun kebudayaanya. Kita memancing di kolam yang banyak ikannya. Kita berpromosi di Singapore untuk Indonesia,” tutur dia.
Ketiga negara tetangga itu tidak pernah diam. Mereka super agresif berpromosi, baik on air, off air, on line maupun below the line. Serangan darat, serangan udara, semua digencarkan.
“Saya bisa membayangkan, untuk mengalahkan Malaysia. Saya juga bisa berimaginasi dan mencari cara untuk mengejar Thailand yang sudah USD 40M, atau sudah mengalahkan komoditas terbesar Indonesia, Oil and Gas. Itu artinya, dalam 4 tahun ke depan, kami bisa juga bisa mengejar ketinggalan dari minyak dan gas bumi,” jelas pria lulusan Teknik Elektro Telekomunikasi, Institut Teknologi Bandung (IBB) 1986, Master of Science Telematics, University of Surrey, UK, 1994 Ilmu Ekonomi - Manajemen Bisnis, Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, 2014 itu..
Sebagai orang berlatar belakang bisnis, Arief Yahya selalu menganalogikan capaian (performansi) dengan prospek (proyeksi). Kalau Anda punya anak atau saudara perempuan, memilih menantu apa? Satpam yang sudah punya gaji 4-5 juta dan punya sepeda motor? Atau mahasiswa yang banyak nge-bon, ngutang makanan, duit pas-pasan, dan penuh dengan keterbatasan?
“Kalau berpatokan pada performansi, pasti memilih satpam, karena laba-ruginya positif, tidak di dalam kurung, balance sheetnya oke, kas setara kas di neraca juga bagus,” ujar Arief Yahya.
Tapi betulkah Anda akan memilih calon menantu hanya dari performance saja?
“Kalau saya memilih mahasiswa. Punya prospek, punya proyeksi, dan bisa melompat jauh lebih bagus. Dalam pariwisata juga begitu. Jangan dilihat sekarang, tapi bayangkan apa yang akan terjadi 5-10 tahun yang akan datang,” tutur Marketeer of The Year 2013 yang dinobatkan oleh MarkPlus itu.
Menpar Arief Yahya juga bertutur soal sustainable, atau keberlanjuta dalam bisnis pariwisata. Dibandingkan dengan tiga komoditas terbesar penyumbang devisa saat ini, Minyak dan Gas USD 32M, Batubara USD 24M, dan Minyak Kelapa Sawit USD 15M tahun 2013, pariwisata masih tertinggal di papan keempat dengan USD 10M.
Tapi trend pariwisata terus menanjak dan bergairah. Sebaliknya, tiga komuditas terbesar itu dari waktu ke waktu menurun, menua.
“Sudah turun volume-nya, turun pula harganya? Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga,” katanya.
Dulu harga minyak dunia sempat USD 100 per barel, bahkan peak-nya sampai menyentuh angka USD 120 per barel. Sekarang, turunnya sampai 40 persen, dan penurunan itu diikuti oleh harga coal atau batu bara yang pernah disebut sebagai emas hitam itu.
“Passwordnya adalah pariwisata! Kalau mau mensejahterakan bangsa, maka besarkan volume dan frequensi turisme ke Indonesia,” ucap Arief Yahya.