Ingin Tahu Bentuk Uang Kertas Zaman Revolusi? Kunjungi Museum Juang 45 di Sumut
Ingin tahu bagaimana bentuk mata uang rupiah kertas pada zaman revolusi perjuangan? Kunjungi Museum Juang 45 di Sumatera Utara.
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan wartawan Tribun Medan, Silfa Humairah
TRIBUNNEWS.COM - Tak lengkap rasanya jika wisata ke sebuah daerah tapi tak mengunjungi museum. Sebab, mendatangi museumnya, kita mengenal lebih dekat dengan kebudayaan, sejarah dan khas sebuah daerah.
Tak terkecuali jika anda mengunjungi kota Medan, Sumatera Utara. Selain museum provinsi Sumut yang berada di jalan HM Joni, Museum Joang 45 di Jalan Pemuda, juga bisa menjadi refrensi.
Di sana ada uang lama yang bukan keluar dari bank Indonesia, melainkan dari pemerintahan setempat sebagai alat tukar barang di tahuan 1940 an di masa revolusi Sumatera Utara.
Koleksi uang kuno di Museum Juang 45.
Uang kertas mata rupiah tersebut bernilai 10 rupiah, 25 rupiah hingga 50 rupiah dan 100 rupiah.
Bisa dibilang uang tersebut hanya berlaku di Sumatera Utara saja pada saat itu dan terbatas pencetakannya sehingga sangat langka di Indonesia untuk sekarang ini.
Bahkan uang nilai rupiah tersebut jarang ditemukan di museum-museum Sumatera Utara lainnya.
Koleksi museum berada di lantai 2, ada uang rupiah lama, koleksi foto pahlawan, barang perlengkapan dan peralatan perang hingga alat komunikasi perang.
Tapi, jangan ekspetasikan museum berdiri megah seperti museum 45 yang berada di Jakarta, atau bandingkan museum provinsi Sumut. Karena gedung tampak luar memang masih tampak bagus, tapi tidak dengan ruangan di dalam gedung yabg tidak terawat.
Abaikan lantai marmer yang berabu, atau barang-barang yang tak terpakai terpajang dengan sarang laba-laba penuh di sekitarnya. Karena kepengurusan museum ini memang belum diputuskan oleh pusat.
Jangan juga menatapi lemari belakang karena akan membuat anda semakin miris dengan pajangan lemari yang tua dan terlihat hampir rusak.
Tidak sesuai dengan jargon di tembok depan gedung Patah Tumbuh Hilang Berganti, kepengurusan yang sejak tahun lalu turun belum juga melahirkan pengurus baru. Sehingga kondisi museum sangat memprihatinkan dan dijaga oleh staf pengacara pembela Museum Juang 45 yabg berkantor di lantai 1.
Silalahi, staf pengacara, menuturkan museum masih dibuka untuk umum mulai pukul 08.00 hingga pukul 15.00.
"Kami menerima tamu dari sekolah, rombongan mahasiswa hingga wisatawan. Tapi kami bukan staf atau pengurus museum, karena kepengurusannya belum ditetapkan oleh pusat di Jakarta. Bahkan beberapa koleksi juga ada yang dipindahkan ke museum Provinsi Sumut dan Museum TNI," katanya.
Ia menuturkan museum sebenarnya memiliki tapak jehak history yang banyak karena berada di Kesawan Square, kawasan pemerintahan di zaman Belanda.
Gedung Joang 45 juga masih dipertahankan berbentuk gedung lamanya saat pertama kali dibangun.