Mencicipi Steik "Berdesis", Kuliner ala New Orleans di Kuningan, Jakarta
Hidangan bernama steik filet itu adalah salah satu menu andalan di Ruth’s Chris Steak House. Restoran fine dining asal New Orleans, Amerika Serikat.
Editor: Malvyandie Haryadi
Gaya selatan
Selain itu, Ruth’s Chris juga tak menggunakan banyak bumbu, gaya khas mengolah steik ala daerah selatan AS.
Karena itu, jangan berharap menemukan saus sambal atau kecap di atas meja.
”Kami ingin setiap tamu merasakan sensasi alami daging seutuhnya,” kata James.
Dalam setiap steik, koki hanya memakai merica dan garam.
Steik lalu disajikan dalam piring panas yang berisi minyak mentega dan irisan daun peterseli tadi.
Piring panas itu juga berfungsi untuk menjaga kehangatan daging hingga gigitan terakhir.
Kunci cita rasa alami daging tersebut terletak dari cara memanggang dan alat pemanggangnya.
Potongan daging dikurung dalam suhu sangat panas yang mendekati 1.000 derajat celsius dengan sebuah pemanggang (broiler) khusus.
Pemanggang itu mampu memanasi merata seluruh permukaan daging secara bersamaan sehingga sari pati atau ”jus” daging terkumpul di bagian inti dalam, tidak merembes keluar.
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Hidangan laut sizzlin’ blue crab cakes di Restoran Ruth’s Chris Steak House yang baru dibuka di Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Teknik ini amat krusial dalam mempertahankan manisnya sari atau jus daging.
Hal itu tidak didapatkan jika memakai pemanggang konvensional yang hanya bisa memanasi satu sisi daging bergantian sehingga menyebabkan sari daging merembes keluar.
Teknik memanggang itulah yang dipakai oleh Ruth Fertel, perempuan pendiri restoran tersebut, sejak 1965 dan terus diterapkan hingga kini.