Festival Budaya Indonesia di Salatiga: Aksi Lompat Batu Nias hingga Berbalas Pantun
Tahun ini peserta pawai budaya tidak hanya pamer kostum adat, melainkan juga atraksi atau permainan tradisional dari daerahnya masing-masing.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, SALATIGA - Indonesian International Culture Festival (IICF), acara yang mengangkat kebudayaan Indonesia yang digambarkan lewat etnis-etnis yang ada di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, kembali digelar.
Tahun ini, acara yang digelar oleh Senat Mahasiswa Universitas (SMU) UKSW ini mengangkat tema "Bhineka Tunggal Ika". Sebagai pembuka, digelar sebuah pawai budaya, Sabtu (16/4/2016) lalu.
Ilustrasi pawai budaya. (WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA)
Sebanyak 19 etnis turut memeriahkan pawai yang mengambil rute Lapangan Sepak Bola UKSW - Jalan Diponegoro - Jalan Wolter Monginsidi - Jalan Kartini - Jalan Moh. Yamin - Jalan Langensuko – Bundaran Kaloka - Jalan Diponegoro - Kampus UKSW ini.
Etnis –etnis tersebut antara lain Ikmapos (Poso), Ikmasja (Jawa), Perwasus (Sumba), Porodisa (Talaud, Sulut), Toraja, Pinaesaan (Minahasa), Batak Simalungun, Sumatra Selatan (Palembang), HIPMMA (Maluku), IGMK (Batak Karo), IKMASTI (Kupang NTT), KEMAMORA (Halmahera), K’MPLANG (Lampung), HIMPPAR (Papua), PEMPAKAT (Kalimantan Tengah), PERKKASA (Kalimantan), Nias, Batak Toba dan juga perwakilan dari Timor Leste.
Ribuan warga Kota Salatiga, Jawa Tengah, sejak pagi telah memadati sejumlah jalan protokol yang akan dilalui pawai.
Apalagi, tahun ini peserta pawai budaya tidak hanya pamer kostum adat, melainkan juga menunjukkan atraksi atau permainan tradisional dari daerahnya masing-masing.
"Saya milih di Bundaran Kolaka, karena katanya di sini peserta pawai akan unjuk kebolehan memamerkan permaian tradisionalnya," kata Hesti Dyaz (35), salah satu warga.
Benar saja, saat iring-iringan peserta dari Nias sampai di Bundaran Kolaka, mereka menampilkan permainan lompat batu atau dalam tradisi setempat disebut sebagai Fahombo.
Dua pemuda memegang kedua ujung tongkat yang disejajarkan setinggi 1,5 meter.
Tongkat ini menggantikan batu susun yang di tempat asalnya mencapai tinggi 2 meter.
Tongkat tersebut lantas dilompati oleh sejumlah pemuda berkostum adat Nias.
Atraksi permainan tradisional ini tak luput dari jepretan kamera ponsel masyarakat yang menyaksikannya.
Selain lompat batu dari Nias, beberapa permainan lainnya yang disuguhkan adalah Saureka-reka oleh etnis Maluku, permainan Benteng etnis Papua, berbalas pantun oleh mahasiswa Lampung dan etnis Batak Toba memainkan Margala.