Jualan Sate Babi 66 Tahun Hidupi Keluarganya di Bali
Usaha dua keturunan dari ibu hingga kini ditangani kedua putrinya memang tidak selalu mulus.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Sebuah usaha sampai lebih dari 60 tahun bukan hal mudah.
Apalagi hanya jualan sate babi saja.
Namun berkat kios kecilnya di Jl. Diponegoro 46, Denpasar Bali ini, Toko Sate Babi Melati bisa berjalan 66 tahun tanpa henti dari ibu sampai anaknya saat ini yang keduanya wanita, Dewi Trisnawati dan Ratih, dengan putra-putrinya masing-masing.
“Dulu sih enak pak, apalagi kalau lagi musim libur, masih bisa dapat satu juta rupiah per hari bahkan ada saatnya pernah dapat dua juta rupiah per hari saat sangat sibuk. Tapi itu dulu mungkin dua puluh tahun lalu,” ujar Dewi khusus kepada Tribunnews.com Rabu ini (12/10/2016).
Usaha dua keturunan dari ibu hingga kini ditangani kedua putrinya memang tidak selalu mulus.
Kini maksimal, ujar Dewi, per hari paling juga mendapatkan Rp.500.000,-.
Namun sejak ibunya dulu, sampai kini, Dewi merasa bersyukur dengan warungnya tersebut bisa menghidupi dan membesarkan anak-anaknya semua.
“Saat ini cukup susah jualan karena jauh semakin banyak pesaing yang menjual sate babi ini di berbagai tempat di Bali,” katanya.
Berawal dari sate babi, kini menu makanannya bertambah banyak.
Mulai Nasi Goreng, Mie Goreng, Cah Kangkung, Gule Babi, Rawon Babi dan sebagainya dengan harga paling mahal hanya Rp.20.000,-.
Harga sate babinya biasa saja, per sepuluh Rp.30.000,-. Satu lontong Rp.5.000,-.
Sate babi yang Tribunnews.com nikmati memang sangat nikmat, diramu dengan minyak babinya pula membuat rasa semakin gurih.
Bumbunya dua macam, kecap manis dan satu lagi semacam bumbu kacang tapi agak manis, satu bumbu khusus ramuan Melati memang.
Selain makanan tentu berjualan pula minuman ringan dan aneka jus buah di sana.
Menarik pula diperhatikan, anak Dewi tiga orang sering kali membuat tamu tersenyum dan melihatnya terus seperti si Ariel yang masih dua tahun, tetapi tanpa malu dan berani mendatangi tamu sambil mengedot susunya sendiri, lucu sekali memang.
Dewi dan keluarga seorang penganut Kristen di gereja Bethany Denpasar.
“Kita buka setiap hari dari jam 11 siang sampai dengan jam 8 malam. Hanya Minggu saja kita libur supaya bisa ke rumah Tuhan, ke gereja ya,” ujarnya.
Usahanya akan terus berjalan, menurutnya, sampai aberasi berikut menjalankannya pula.
Namun anaknya memang masih kecil-kecil, 10 tahun, 7 tahun dan 2 tahun.
Usaha keturunan dari nenek, ibu dan anak dan sampai cucu nanti memang seolah sederhana.
Namun kebutuhan hidup yang terus melonjak sementara penghasilan semakin menurun karena saingan semakin banyak memang jadi tantangan tersendiri baginya.
“Kita bekerja dan berdoa seperti kata Tuhan, kita percayakan semua hidup ini kepadanya,” katanya lagi dengan pasrah mengenai masa depannya.