Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Negara Bertanggungjawab atas Ancaman Hukuman Mati Satinah
Ancaman hukuman mati kembali dialami buruh migran Indonesia khususnya buruh migran perempuan.
Editor: Rachmat Hidayat
19 Februari lalu, akhirnya Indonesia memiliki Memorandum of Understanding (MoU) dengan Arab Saudi. MoU tersebut mengatur sejumlah kewajiban bagi kedua belah pihak (Indonesia dan Arab Saudi) untuk Penempatan dan Perlindungan Buruh Migran Indonesia yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga.
Di dalamnya termasuk kewajiban Arab Saudi untuk menginformasikan buruh migran yang ditangkap, dipenjara, atau ditahan di Arab Saudi.
Sayangnya belum terlihat adanya mekanisme yang mampu mencegah penghentian kekerasan dan pelanggaran hak-hak buruh migran. Padahal, tindak kekerasan yang dilakukan buruh migran Indonesia seringkali terpaksa dilakukan untuk membela diri dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh majikan atau pihak lainnya.
Kondisi kekerasan yang dialami buruh migran diperparah dengan terisolasinya buruh migran dari lingkungan luar terutama di Arab Saudi.
Mereka seringkali tidak diperbolehkan ke luar rumah dan dilarang berkomunikasi, sehingga tidak mempunyai akses untuk mengadukan tindakan kekerasan dan pelanggaran hak yang dia alami.
MoU yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi, hanya bersifat kesepakatan tanpa adanya mekanisme yang tegas dalam bentuk sanksi yang memastikan ketentuan-ketentuan di dalam kesepakatan tersebut dijalankan oleh kedua Negara.
Kondisi yang dialami oleh Buruh Migran, khususnya perempuan, tidak hanya terjadi di Negara tujuan, tetapi juga banyak terjadi di Negara asal, yaitu Indonesia. Karena itu, SP secara terus menerus memperjuangkan dan menyuarakan berbagai kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami buruh migran dan keluarganya.
Ratifikasi Konvensi Migran 1990 dan CEDAW harus diikuti dengan harmonisasi peraturan perundang-undangan lainnya, agar perlindungan dan pemenuhan hak Buruh Migran dan keluarganya dapat terwujud.
Untuk itu, Solidaritas Perempuan menuntut pemerintah untuk segeramewujudkan perlindungan yang komprehensif bagi Buruh Migran dan keluarganya dengan:
1. Bahas dan sahkan Revisi UU No 39 Tahun 2004 dengan menjamin hak-hak Buruh Migran sebagaimana termuat di dalam Konvensi Migran 90, CEDAW, dan Konvensi ILO No. 189
2. Ratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT
3. Bahas dan sahkan UU Perlindungan PRT yang mengaku Pekerja Rumah Tangga sebagai Pekerja dengan hak-hak dan kondisi kerja layak, serta benar-benar melindungi Pekerja Rumah Tangga baik di dalam maupun di luar negeri
4. Membangun mekanisme pencegahan, pengawasan dan pendampingan untuk menjamin perlindungan hak bagiBuruh Migran di dalam dan luar negeri.
5. Penyelesaian kasus Satinah dan kasus-kasus Buruh Migran lainnya yang berhadapan dengan hukum secara tuntas dan memastikan perlindungan dan pemenuhan hak mereka terpenuhi.