Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Selamat Tinggal Madinah

Mekkah al Mukarromah sudah beberapa hari lalu kami tinggalkan Madinah al Munawaroh sudah pula hilang dari pandangan

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Selamat Tinggal Madinah
ist
Dari Kiri ke Kanan: Heru Pujihartono, Muhammad Farhan, Abdul Aziz Zainuddin, Tubagus Adhi. 

Oleh: Heru Pujihartono dari Jeddah

Mekkah al Mukarromah sudah beberapa hari lalu kami tinggalkan. Madinah al Munawaroh sudah pula hilang dari pandangan. Kendati demikian, Masjidil Haram di Mekkah, dan Masjid Nabawi di Madinah, tidak akan lekang dari ingatan.                                                       

Kami sedang perjalanan  menuju Jeddah. Dari Madinah ke Jeddah jaraknya sekitar 400 km, diperkirakan bisa ditempuh dengan perjalanan darat ini enam atau tujuh jam.                                                   

Sudah sejak pertengahan September lalu saya memberi kabar mengenai proses ibadah haji 1436 H atau 2015.

Saya sendiri menunaikan ibadah haji bersama sahabat saya, tubagus adhi, dalam rombongan biro umroh/haji Automaras-Hiratour.                                 

Alhamdulillah, kami diberi kelancaran dan kemudahan dalam proses menjalankan ibadah haji ini.       

Semula saya dan rombongan dijadwalkan baru akan meninggalkan Madinah al Munawaroh pada Kamis (8/10) pagi.

Berita Rekomendasi

Namun, keberangkatan kami ke Jeddah dimajukan ke Rabu sore mengingat jarak tempu yang cukup jauh dari Madinah ke Jeddah. Kami sudah harus terbang dengan Emirates dari bandara King Abdul Azis, Jedah, Kamis pagi pkl 05.30 waktu Saudi, menuju Dubai.

Dari Dubai, kami melanjutkan penerbangan dengan Emirates lainnya langsung ke Jakarta.                                  

Jadi selama beberapa jam kami tinggal di bandara King Abdul Azis, Jeddah, menunggu penerbangan Kamis pagi.   

HAJI KHUSUS                                 

Jemaah Hiratour yang kembali ke Jakarta dalam rombongan saya ini seluruhnya menunaikan ibadah haji dengan fasilitas haji khusus. Kami ini lazim disebut juga haji non kuota,  bukan haji reguler atau ONH plus.            

Keberangkatan kami ke tanah suci memang tetap difasilitasi oleh biro perjalanan umroh/haji. Akan tetapi, pengajuan visa untuk jemaah haji kategori khusus ini resminya tidak melalui government to government (G to G), akan tetapi perorangan, walau pengurusannya tetap dilakukan oleh travel masing-masing.                           

Visa untuk kategori haji khusus ini lazim disebut visa furodah, yang umumnya dikeluarkan atas rekomendasi dari keluarga kerajaan Arab Saudi. Kendati demikian, dalam paspor masing-masing, diterakan stempel atau cap 'visa haji'.                            

Menurut H.Abdul Aziz Zainuddin, S.Ag, MM, pimpinan Hiratour, di paspor saya juga tertulis visa haji. Visa kita sama-sama dikeluarkan tanggal 15 September, atau hanya selang sehari sebelum keberangkatan, 16 September.                         

Hiratour merupakan salah salah satu biro perjalanan umroh dan haji khusus anggota Kesthuri, Kesatuan Travel Haji dan Umroh Republik Indonesia, yang Ketua Dewan Pembinanya adalah La Nyalla Mahmud Mattalitti, Presiden PSSI 2015-2019.

Abdul Aziz Zainuddin S. S.Ag, MM, dipercaya La Nyalla sebagai Sekjen Kesthuri. Tak mengherankan jika ustaz Aziz juga memahami masalah yang menimpa sepakbola nasional.

Makin parah saja ya Menpora itu, begitu antara lain komentar ustaz Aziz terkait sepakbola.

LEBIH MAHAL                             

Kembali ke persoalan haji khusus. Salah satu yang membedakan haji khusus dengan kategori lainnya adalah, biaya atau pendanaan keberangkatannya yang lebih tinggi. Yakni, antara 11.000 dolar AS hingga 15.000 dolar AS.

Untuk visa saja 5000 dolar, kata Abdul Aziz. Bandingkan dengan pendanaan untuk haji reguler atau ONH plus. Biaya haji reguler tak sampai Rp 50 juta, tetapi masa tunggunya bisa enam atau tujuh tahun.

Sementara, untuk ONH plus, rata-rata tak sampai separuh dari biaya haji khusus. Kendati demikian, haji reguler atau ONH Pllus adalah haji yang keberangkatannya secara formal dilegalisasi oleh pemerintah.

Sedangkan haji khusus secara informal tidak diakui. Oleh karena itu kepada jemaah haji khusus ini diberikan kartu keterangan bertuliskan 'individu'.

* Heru Pujihartono, pengurus PSSI 2015-2019 dan pemilik perusahaan katering Nendia Primarasa.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas