Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Alasan Sesat Warga Buang Pembalut Wanita, BH dan Popok Bayi di Sungai Sekayu, Ponorogo
Inilah alasan menyesatkan warga membuang pembalut wanita dan popok bayi ke Sungai Sekayu di Ponorogo. Pemda berkewajiban meluruskan dan mengedukasi.
Editor: Agung Budi Santoso
Saya kembali ke dekat jembatan, beruntung saya bertemu dengan pak Sungkono dan dari bapak pemulung ini saya banyak mendapat penjelasan "Alasan Mereka Membuang Pembalut dan Popok di Sungai".
Menurut Pak Sungkono, banyak warga yang percaya kalau barang daleman (pakaian dalam, barang dalam, dll) kalau dibakar pemiliknya akan sakit, kalau wanita katanya 'anu' nya akan terasa panas dan mudah terserang penyakit, begitu juga bayi yang popoknya atau kotorannya dibuang sembarangan (maksutnya di sampah umum) bayinya akan rewel, dan pembuangan di tempat bak sampah alur selanjutnya pasti dibakar di TPA.
Popok bayi dan pembalut wanita di dalam tas plastik dibuang begitu saja ke Sungai Sekayu di Ponorogo.
Menurutnya lagi kalau dibuang di air mereka berharap mendapat kesejukan karena air itu sifatnya sejuk dan dingin. Alasan lain lagi kalau didibuang ditempat sampah umum takut bekas pembalut atau popok bekas tersebut dikerubuti semut, ketakutan tersebut menurut pak Sungkono yang jadi alasan lain.
"La sungai ini kan kering kerontang, kalau dibuang disini kan sama saja di jemur pasti pantat si bayi dan anu si pemakai ikut kepanasen to pak" protes saya.
"Embuh mas, aku nggur tukang mulung sampah, iku cuma jarene wong wong sing saben ndino nguwang soft** nek kene...." jawab temen pak Sungkono, Dia ndak tahu lebih detail lasannya, dia hanya pemulung sampah, dia hanya dapat cerita dari wanita-wanita yang membuat pembalut di sungai ini. Soft** adalah merk pembalut yang sudah menjadi bahasa keseharian mereka.
Pemulung ini saban hari mencari sampah di sekitar bak sampah dekat jembatan sehingga mereka hapal betul siapa saja dan apa saja sampah yang dibuang di sungai.
Sebenarnya pemerintah daerah tak kurang-kurang menyediakan bak sampah, tak jauh dari jembatan ini (25 meter) ada 2 bak sampah yang saban hari sampah-sampah tersebut diangkut truk-truk sampah milik pemda ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir.
Budaya serta pemikiran yang keliru dari sebagian masyarakat sehingga mereka membuang sampah-sampah tertentu ke sungai, tanpa memikirkan dampak dan resiko yang ditimbulkan. Tentunya pemerintah daerah harus tegas tentang hal ini.
Sungai ini semakin kotor dan busuk karena saban hari ada 3-4 tangki tinja dari jasa sedot tinja yang membuang hasil sedotannya ke sungai ini juga.
Nampak pipa-pipa paralon di dekat jembatan sebagai pipa sambungan dari mobil tangki. Genangan-genangan air di sungai ini ternyata air dari tangki tinja, kata pemulung yang saya temui tadi pagi.
Dimanakah para pembaca membuang pembalut bekas dan popok bekas? Tolong bantuannya agar warga sungai ini bisa mendapatkan pencerahan. (Nanang Diyanto/ Kompasiana.com)