Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
PB PMII dan Jihad Bela Negara
Artinya setiap warga negara berhak bahkan wajib terlibat langsung atau tidak langsung untuk ikut serta membela negara, bukan hanya TNI.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Oleh:
Aminuddin Maruf
Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII)
Indonesia sebagai negara yang berdaulat harus memiliki komitmen yang kuat untuk mempertahankan kedaulatan negaranya dari berbagai serangan dan ancaman dari dalam ataupun luar negeri.
Hal ini perlu digalakkan oleh negara dengan melibatkan partisipasi publik agar terbentuk sistem yang integratif antara negara dan masyarakat sipil.
Seperti tebentuknya Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober yang dipelopori oleh KH Hasyim As’ari sebagai salah satu kekuatan sipil bersama Soekarno untuk membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan gerakan Islam dari agresi dan kolonialisasi teritori oleh negara sekutu yang pada gilirannya lebih populer dengan sebutan membela Islam Indonesia.
Secara komprehensif antara masyarakat sipil baik dari kalangan akademisi, petani, santri, media sampai birokrasi harus bergerak bersama dengan TNI-Polri atau dalam bahasa makronya antara negara dan agama harus terjadi sinergi dalam jihad mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia ini.
Seperti halnya bersatunya seluruh kekuatan komponen bangsa pada tonggak sejarah perebutan kemerdekaan Indonesia.
Pada esensinya, sejarah jihad bela negara sudah dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, yang kemudian disusul perlawanan santri terhadap Belanda pada 22 Oktober 1945 di Surabaya yang dikenal dengan Resolusi Jihad yang sekarang menjadi Hari Santri Nasional, tanggal inilah yang pada gilirannya membakar semangat perlawanan arek-arek Soeroboyo terhadap sekutu pada tanggal 10 November 1945 yang kemudian dikenal dengan hari Pahlawan, dilanjutkan dengan mundurnya tentara Inggris di Semarang pada tanggal 15 desember 1945, sampai terbentuknya persetujuan Linggarjati tanggal 25 Maret 1947 dan persetujuan Renville 17 Januari 1948, sampai terselenggaranuya Konferensi Meja Bundar dan pada lingkup internasional Indonesia mampu menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika di Bandung tanggal 18-21 April 1955.
Semua perjalanan dan jihad ini semata-mata untuk bela negara dari ancaman penguasaan asing di Indonesia
Pada kontek kekinian, Jihad Bela Negara ini penting untuk terus dilakukan karena secara geografis Indonesia kaya akan sumber daya alam dan berada pada wilayah yang sangat strategis baik secara ekonomi, politik ataupun budaya.
Posisi Indonesia yang berada di antara dua samudera dan dua benua sekaligus memiliki perairan yang menjadi salah satu urat nadi perdagangan internasional serta berbatasan laut dan darat secara langsung dengan sepuluh negara menjadikan Indonesia rentan terhadap sengketa perbatasan dan ancaman keamanan yang menyebabkan instabilitas dalam negeri sekaligus akan memiliki daya tarik dari negara-negara asing untuk menguasainya.
Di sisi lain pada dimensi ekonomi, tepatnya bulan Januari 2007 para pemimpin Asean termasuk Indonesia Pada KTT ASEAN ke-12 sudah menegaskan komitmen mereka untuk pembentukan MEA dan Asean Concord II serta menandatangani deklarasi cebu tentang percepatan pembentukan komunitas Asean Pada Tahun 2015 yang berorientasi pada empat karakterisik utama, yaitu pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, dan kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, serta kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global.
Hal ini juga bisa menjadi peluang sekaligus ancaman terhadap integrasi dan kedaulatan bangsa jika dalam masyarakat sipil bersama militer belum terbentuk mental bela negara.
Oleh karena itu, upaya mencegah terjadinya disintegrasi bangsa baik karena ancaman ekonomi sosial budaya, atau ancaman penguasaan kawasan oleh asing dapat dicegah dengan peningkatan spirit persatuan, kualitas sumber daya manusia (SDM) dan tingkat kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia dengan penanaman kembali spirit bela negara.