Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Fenomena Kelas Menengah di Indonesia Senang Melakukan Kesalehan Individual
Prof Gerry van Klinken, peneliti senior dari Netherlands Institute for Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV) Leiden, mengatakan bahwa populasi
Jajang Jahroni dari PB Nahdlatul Ulama menengarai bahwa dukungan pada syariat Islam memang besar di Indonesia.
Tapi ketika diperinci pertanyaannya, seperti soal hukum rajam, justru persentase pendukung menurun. Dengan demikian, syariat dalam konsep ideal bergantung pada penafsiran masing-masing.
"Masyarakat sekarang semakin menginginkan clean governance, perbaikan infrastruktur. Semakin lama masyarakat lebih berpikir subtantif, bukan lagi berbicara simbol-simbol agama," ujar Jajang yang juga Wakil Ketua Lembaha Pendidikan Tinggi PB Nahdlatul Ulama ini.
Jajang sepakat telah terjadi peningkatan jumlah kelas menengah di Indonesia yang signifikan. Kelas menengah sekarang ini begitu sadar terhadap kemajuan teknologi dan terhadap pentingnya akses ekonomi setelah era reformasi.
Jajang mengatakan bahwa walaupun dukungan pada syariah menurun, namun dimensi konservatisme tercermin dengan kuat dalam perilaku keagamaan kita sekarang dalam bentuk keshalehan individual.
Ia memberikan contoh seorang muslim yang sukses semakin sering melakukan ibadah umroh, dan senang memamerkannya melalui media sosial.
“Masyarakat semakin senang melakukan kesalehan-kesalalehan individual,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa pada saat yang sama poligami merebak di kalangan kelas menengah muslim.
Menurutnya, kelas menengah di Indonesia memiliki kencederungan shaleh, konsumtif dan narsis.