Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jokowi Dorong Rakyat Menabung di Kantor Pos
Paket Kebijakan Ekonomi XI pemerintahan Jokowi-JK, telah dibacakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pada Selasa (29/3/2016
Ada beberapa faktor penyebab tabungan pos perlu dikritisi seperti permasalahan hukum UU Kegiatan Pos, target pangsa pasar, tumpang tindih program, perlunya sosialisasi dan edukasi mengenai program ini hingga permasalahan keamanan nasabah mengenai tabungan pos ini.
Perlunya aspek landasan hukum menaungi program dan peraturan yang diusung untuk mengaturnya juga harus diperhatikan.
Walaupun jika dicermati sejatinya pemerintah mengambil langkah cukup konkrit dengan merevisi penjelasan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos, khususnya ketentuan yang dapat memberikan dasar hukum bagi PT Pos untuk memberikan kompensasi baik dalam bentuk bunga maupun imbal jasa lainnya terhadap tabungan masyarakat.
Namun perlu dicermati dan dipahami bukan hanya hukum yang menangani perizinan pos mengumpulkan dana dari masyarakat, hal lain seperti keamanan data nasabah dan prosedur jika terjadi kelalaian merupakan hal penting untuk menjadi pertimbangan.
Selain aspek legalitas dan hukum, target pangsa pasar juga perlu dikritisi.
Mengapa demikian? karena jika menyasar masyarakat pedesaan sejatinya tabungan pos bukanlah pemain utama dalam hal pengumpulan dana dari masyarakat. Adanya koperasi berbasis pedesaan, Baitul Mall wa Tamwil (BMT) dapat menjadi kompetitor utama dalam program ini.
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, Koperasi yang ada per 31 Desember 2014 bahwa jumlah koperasi di Indonesia sebanyak 209.488.
Bahkan kompetitor lain seperti BMT, menurut ketua Asosiasi BMT Se-Indonesia (Absindo) Aries Muftie memperkirakan ada 5.000 BMT di Indonesia.
Hal ini juga menambah persaingan program ini, selain koperasi dan BMT sejatinya sudah ada bank nasional yang bermain di sektor pedesaan seperti Bank Rakyat Indonesia juga menjadi kompetitor yang tidak bisa dianggap remeh.
Sehingga kedepannya program tabungan pos ini hanya menjadi tanggungan pemerintah saja namun sepi peminatnya.
Jika menelaah dari pemberitaan media masa, kedepannya tabungan pos akan dikelola sendiri oleh PT Pos Indonesia, tidak bekerja sama dengan bank namun dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adanya rencana program susulan seperti asuransi pos berskala mikro yang akan diusung oleh pihak PT Pos Indonesia.
Sejatinya menambah deretan program yang telah diusung oleh OJK seperti Jaring (Jangkau, Sinergi dan Guideline), Laku (Layanan Keuangan) Mikro, Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif), dan Simpanan Pelajar (Simpel).
Sehingga dalam hal ini tabungan pos sebenarnya menjadi tumpang tindih atas program yang telah ada.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.