Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Wisata Religi Makam Sayid Sulaiman Basyaiban
Perjuangan Sayid Sulaiman bin Abdurrahman Basyaiban dalam membabat kawasan timur pulau Jawa menjadi daerah yang sarat dengan nilai-nilai religius suda
Sayid Abu Bakar mendapat julukan Syaiban (yang beruban) karena ada kisah unik dibalik julukan itu.
Suatu ketika, Sayid Abu Bakar yang saat itu masih tergolong muda menghilang. Sejak itu ia tidak muncul-muncul.
Konon, ia uzlah untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Baru, setelah tiga puluh tahun, Sayid Abu Bakar muncul di Tarim. Anehnya, ia tetap muda.
Tapi yang lebih aneh lagi, rambutnya telah berubah putih keperakan, tak sehelai rambutnya yang berwarna hitam. Kepalanya seperti berambut salju. Sejak ituah orang-orang menjulukinya Syaiban (yang beruban).
Abdurrahman masih tergolong cicit dari Sayid Abu Bakar Ba Syaiban. Ia putra sulung Sayid Umar bin Muhammad bin Abu Bakar Ba Syaiban.
Lahir pada abad ke-16 M di Tarim, Yaman bagian selatan sebuah perkampungan sejuk di Hadhramaut yang masyhur sebagai gudang para wali dan auliya’ Allah.
Ketika dewasa ia merantau ke Nusantara, tepatnya di Pulau Jawa. Sayid Abdurrahman memilih tempat tinggal di Cirebon, Jawa Barat.
Beberapa waktu kemudian ia mempersunting putri Maulana Sultan Hasanuddin, Demak. Putri bangsawan itu juga masih keturunan Rasulullah.
Ia bernama Syarifah Khadijah dan masih cucu Raden Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati.
Dari pasangan ini lahir tiga putra, yakni Sayid Sulaiman, Sayid Abdurrahim dan Sayid Abdul Karim. Mewarisi keturunan leluhurnya dalam berdakwah, keluarga ini berjuang keras menyebarkan Islam di Jawa, tak jauh dengan apa yang telah dilakukan oleh Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Pengaruh dan ketekunan mereka dalam berdakwah membuat penjajah Belanda khawatir. Maka ketika menginjak dewasa Sayid Sulaiman dibuang oleh mereka.
Ia kemudian tinggal di Krapyak, Pekalongan Jawa Tengah. Di Pekalongan, ia menikah dan mempunyai beberapa orang putra. Empat diantaranya laki-laki yakni Hasan, Abdul Wahhab, Muhammad Baqir dan Ali Akbar.
Dari Pekalongan, Sayid Sulaiman berkelana lagi. Kali ini, ia menuju Solo sebagai tempat tujuan berdakwah. Selama di Solo, ia terkenal sakti mandraguna. Kesaktiannya yang sudah masyhur itu mengundang rasa iri seorang ratu dari Mataram. Sang ratu ingin membuktikan kesaktian Sayid Sulaiman.
Maka diundanglah ke keraton Mataram yang saat itu sedang berlangsung pernikahan putrid bungsu sang Ratu. Untuk memeriahkan pesta pernikahan putri bungsunya itu, Ratu meminta Sayid memperagakan pertunjukan yang tak pernah diperagakan oleh siapa pun.