Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kegamangan Pemerintah Memberantas Minuman Beralkohol Korbankan Masyarakat
Salah satu faktor meningkatnya jumlah angka kriminal di masyarakat adalah peredaran miras. Sudah tak terhitung lagi korban yang tewas akibat menenggak
Ditulis oleh : Murni Arpani, Aktivis MHTI Penajam Paser Utara
TRIBUNNERS - Salah satu faktor meningkatnya jumlah angka kriminal di masyarakat adalah peredaran miras. Sudah tak terhitung lagi korban yang tewas akibat menenggak miras oplosan, belum lagi penyakit sosial lainnya di masyarakat seperti kekerasan dan pemerkosaan hingga berujung maut.
Meskipun sudah sangat jelas bahwa peredaran miras memunculkan banyak masalah kekerasan seksual dan kriminalitas, namun pemerintah tidak mau tegas membuat regulasi yang melarang total peredaran miras.
Malah, menurut portal berita daring, Kompas.com, Mendagri berencana akan mencabut 3.266 peraturan daerah yang dianggap investasi dan pembangunan.
Beberapa diantaranya berisi pelarangan minuman beralkohol. Yakni, Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A.
Setelah diusut, rupanya Kementerian Dalam Negeri hendak mempertegas untuk menertibkan (menghapus) perda-perda di tingkat provinsi dan kab/kota yang melarang total masuk dan beredarnya miras di daerah tersebut.
Maksudnya adalah agar minuman beralkohol tidak dilarang sepenuhnya, melainkan diatur peredaran penjualannya di tempat-tempat pariwisata, seperti di hotel dan sebagainya.
Hal inilah yang menuai kecaman dari masyarakat dan sejumlah pemerhati sosial. Rakyat bereaksi menolak rencana penertiban Perda yang dianggap bermasalah tersebut.
Pasalnya, dengan adanya Perda Larangan Peredaran Minol saja pemerintah masih terus kecolongan. Apalagi setelah ditertibkan, bukan tidak mungkin akan berjatuhan korban baru.
Jauh dari harapan masyarakat, mendagri alih-alih meredam dengan memutar pembahasan ke soal konsistensi aturan tersebut oleh masing-masing daerah.
Alasannya, masih banyak perda miras yang tumpang tindih dan Menteri Tjahjo meminta sinkronisasi aturan kepada aparat keamanan.
Carut-marut penegakan hukum di negeri ini semakin menyadarkan masyarakat bahwa sistem politik dan hukum sekuler nyata-nyata gagal mewujudkan kemaslahatan.
Hukum demokrasi hanya menjadi alat untuk mewujudkan “kepentingan kelompok berkuasa”, bukan untuk mewujudkan apa yang benar-benar maslahat bagi rakyat.
Tarik ulur UU/Perda inilah bukti pemerintah demokrasi memenangkan kepentingan segelintir pengusaha dengan menggadaikan nasib rakyat. Bahkan ada di suatu daerah, dimana Gubernurnya melegalkan peredaran alkohol berkadar 5%.