Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ini Tantangan Mendikbud Baru
Paskapengumuman perombakan kabinet atau reshuffle jilid II oleh Presiden Jokowi, berbagai komentar dan opini berkembang di masyarakat.
Ditulis oleh : Fahira Idris
TRIBUNNERS - Paskapengumuman perombakan kabinet atau reshuffle jilid II oleh Presiden Jokowi, berbagai komentar dan opini berkembang di masyarakat.
Ada yang menyambut positif, namun banyak juga yang mempertanyakan dasar Presiden mengganti beberapa pos menteri.
Namun, apapun itu, reshuffle adalah hak prerogatif Presiden yang mesti dihormati.
Saat ini yang paling penting adalah bagaimana para menteri yang baru saja dilantik menjawab tantangan masyarakat, melakukan perubahan yang cepat sehingga dampaknya langsung dirasakan.
Salah satu tantangan besar bangsa ini adalah bidang pendidikan yang saat ini dinakhodai oleh Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Muhadjir Effendy.
Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, yang salah satu lingkup tugasnya pengawasan kinerja pemerintah di bidang pendidikan mengungkapkan, tantangan terbesar dunia pendidikan di Indonesia adalah luasnya cakupan wilayah Indonesia dan masih belum sempurnanya kualitas pendidikan (sistem belajar mengajar, kompetensi guru, infrastruktur, dan pemanfaatan teknologi, serta belum ada sistem nasional yang mampu memacu minat baca).
"Kompleksitas masalah inilah yang mengakibatkan pemeringkatan tingkat pendidikan Indonesia di tingkat dunia masih terus berkutat di papan bawah. Satu persatu persoalan ini mesti diurai oleh Mendikbud yang baru," ujar Senator Jakarta ini, di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (28/7/2016).
Untuk sistem pendidikan, tantangan besarnya adalah bagaimana Mendikbud yang baru bisa memformulasi sistem yang mampu menghadirkan proses belajar mengajar menjadi asik, menyenangkan dan tentunya setara dan berkualitas.
Menurut Fahira, jika ingin merubah wajah pendidikan, bukan melulu soal mengganti kurikulum, tetapi bagaimana melatih kompetensi guru agar mampu membuat proses belajar mengajar menjadi asik dan menyenangkan.
Sementara itu, tantangan di bidang infrastrukur pendidikan terutama di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal juga cukup berat.
Fahira mengharapkan, Pemerintah Pusat ‘mengintervensi’ pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal yang ada di seluruh Indonesia.
Walau sudah ada otonomi daerah, intervensi dibutuhkan agar ada percepatan pembangunan berbagai sarana dan prasarana pendidikan di daerah-daerah yang memang, baik secara geografis dan sumber daya alam dan manusia punya keterbatasan.
“Membangun Indonesia dari pinggiran sesuai slogan Presiden, itu harus diartikan, bukan hanya pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan atau jembatan semata, tetapi juga membangun manusianya. Ini jauh lebih penting. Caranya dengan menyempurnakan infrastruktur pendidikan di daerah-daerah pinggiran, termasuk juga penyediaan tenaga pengajar yang berkualitas. Ini yang saya lihat belum maksimal,” ujar Fahira.
Tantangan lainnya adalah, melanjutkan bahkan lebih mengoptimalkan pelaksanaan Ujian Nasional (UN), sistem penerimaan siswa baru, dan masa orientasi sekolah (MOS) yang saat ini sudah menunjukkan perbaikan ke arah yang lebih baik.
“Saat ini UN sudah tidak lagi menjadi momok, dan praktik perploncoan saat MOS sudah berangsur hilang. Kami berharap ini lebih dioptimalkan. Kami juga berharap, Mendikbud baru segera memformulasikan materi pendidikan anti kekerasan, terutama kekerasan seksual secara komprehensif dalam berbagai mata pelajaran,” saran Fahira.
Terakhir, harapan yang digantungkan kepada Mendikbud yang baru adalah meningkatkan kapasitas guru dan fasilitas PAUD karena PAUD adalah ‘kawah’ pembentukan anak-anak Indonesia agar tumbuh jadi pribadi yang mandiri, percaya diri, punya rasa sosial yang tinggi, cepat beradaptasi, berani jujur, dan punya rasa ingin tahu yang besar sehingga di masa depan mampu menjalankan negeri ini dengan baik.
"Usia nol hingga enam tahun merupakan tahun emas atau golden years pembentukan karakter anak. Kemdikbud harus beri perhatian lebih untuk PAUD,” kata Fahira.