Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Legitimasi Kekuasaan Seorang Pemimpin Harus Dibekali ''Deling Junjung Derajat''
Bukan hanya keris atau batu akik ada yang dinamai junjung derajat. Bambu juga ada, bambu unik junjung derajat (junder).
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Alex Palit
Bukan hanya keris atau batu akik ada yang dinamai junjung derajat. Bambu juga ada, bambu unik junjung derajat (junder).
Dalam kajian filosofi ilmu deling, bambu unik junder ini sering dikaitkan sebagai perwujudan laku seseorang untuk meningkatkan derajatnya dihadapan Gusti Alloh, juga perwujudan laku seseorang di tengah kehidupan sosial.
“Pada dasarnya manusia yang memiliki ilmu junjung derajat akan mendapat ilham dari Alloh. Termasuk ia akan diangkat derajatnya oleh Alloh,” ucap pengaji ilmu deling Umi Badriyah.
Pancaran energi junjung derajat ini secara otomatis akan menjadikan manusia tersebut tampak berwibawa, dapat dipercaya, juga amanah dalam mengemban dan menjalankan tugas tanggungjawabnya, katanya lebih lanjut.
Bahkan disebutkan, dalam dunia politik bahwa legitimasi kekuasaan seorang pemimpin pun akan terjunjung derajatnya manakala dalam kepemimpinannya pemimpin tersebut mencerminkan perwujudan laku yang amanah dalam mengemban dan menjalankan tugas tanggungjawabnya sebagaimana pesan yang tersirat di balik bambu unik junder.
“Inti dari junjung derajat adalah mengangkat derajatnya, di mana dengan segala daya dan upaya seseorang mampu mengangkat dirinya, derajatnya di atas, tidak sama dengan orang umumnya, sebagai karakter orang yang linuwih,” sebut Umi Badriyah.
Terkait dengan deling junder, Umi Badriyah menyebutkan, dikatakan junjung derajat, di mana dalam sebatang bambu tersebut terdapat beberapa ros yang jaraknya berdekatan seperti menumpuk. Batang bambu ini disebutnya sebagai pancer, wadah dari perwujudan dan penyatuan semua rasa dari tumpukan ros tersebut.
Senada dengan pengaji deling Ki Astagina yang mengibaratkan batang bambu ini sebuah wadah, anggap saja wadah dari sekujur tubuh raga manusia sebagai forum pengendalian dalam beberapa rasa.
Dari sini kita bisa mengetahui rasa terluar dari tubuh manusia adalah jumlah rambut yang tumbuh disetiap pori-pori, karena yang paling sensitif.
Misalnya, papar Ki Astagina, terjadinya hal yang menyapa dan sifatnya gaib maka akan merinding. Dan apa yang bisa menerima dan menjadi tanda jawabannya adalah bulu kuduk atau rambu kemudian ke kulit dan seterusnya hingga masuk pada tengah inti yaitu pada gabungan rasa dalam diri manusianya untuk di olah roso di ram-ram barang yang lembut, bertemu secara tertutup semedi dalam bahasa keluhuran menenangkan jiwa, menjernihkan akal pikiran, membuka mata hati suci.
Ki Astagina menyebutkan, terjunjungnya derajat seorang pemimpin akan terpancar manakala ia dapat menyatukan kekuatan daya wahtu polong dan daya wahyu kedunungan sebagai sebagai realisasi junjung derajat.
Secara filosofi dikatakan bahwa keberadaan manusia pada dasarnya sama dihadapan Sang Pencipta, yang membedakan adalah kepribadiannya dalam hal menjalankan kehidupan, laku, dan olah rasa dalam pergaulan. Dari itu tercermin kepribadiannya dan prilakunya dalam menyikapi setiap permasalahan yang dihadapi.
Setidaknya dari wedaran filosofi kajian ilmu deling di sini kita diajak untuk lebih jauh mengenal, membaca, dan memaknai ayat atau pesan yang tersirat di balik bambu unik alami yang dinamai junjung derajat ini.
Setidaknya dari sini pula kita bisa membaca sejauhmana perwujudan laku seorang pemimpin dalam mengemban amanah dan menjalankan tugas tanggungjawabnya dibekali dan membekali diri sebagaimana pesan yang tersirat di balik deling junder. Semoga!
* Alex Palit, citizen jurnalis “Jaringan Pewarta Independen”, admin “Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara” dan galeribambuuniknusantara. blogspot.com