Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Memanfaatkan Peluang Tak Terbatas di Balik Kebangkitan Kendaraan Listrik
Dunia otomotif sedang berlomba-lomba mengeluarkan produk kendaraan listrik, menggeser kendaraan berbahan bakar fosil. Bagaimana dengan Indonesia?
Editor: Y Gustaman
Oleh: Andika Akbar H, Mahasiswa Department of Mechanical Engineering, Universitas Indonesia
TRIBUNNERS - Hampir 20 tahun silam, EV 1 menjadi mobil listrik pertama yang dikomersialkan di pasar otomotif Amerika. Dalam perkembangannya mobil keluaran General Motors ini memiliki catatan buruk.
Dalam kurun waktu tujuh tahun saja, mobil ini ditarik kembali oleh GM. Kebanyakan produk mereka dihancurkan dan didonasikan ke museum.
Mereka beranggapan kendaraan listrik dinilai tidak menguntungkan, mulai dari banyak masalah teknis yang terjadi pada mobil ini dan mahalnya ongkos manufakturnya.
Pada 2006, kiblat dunia otomotif disadarkan kembali dengan kehadiran perusahaan yang menamakan dirinya Tesla Motors. Perusahaan yang berbasis di California ini ingin mengambil ceruk pasar otomotif lewat mobil listrik.
Kehadiran Tesla melecut perusahaan otomotif lainnya, sampai mereka berkompetisi mengembangkan kendaraan listrik versinya masing-masing.
Sejak saat itu perkembangan kendaraan listrik terus naik. Tahun lalu saja penjualan kendaraan listrik di dunia tumbuh 60 persen. Pada 2020 diramalkan angka pertumbuhan penjualan kendaraan listrik akan menyamai angka pertumbuhan Ford Model T yang pada 1991 mengeser penggunaan kuda dan kereta kuda sebagai alat transportasi.
Apakah ini momentum kendaraan listrik untuk menggeser penggunaan kendaraan konvesional? Melihat perkembangannya yang sangat positif, diprediksi pada 2023 kendaraan listrik bakal mengaspal di jalan raya.
Dampaknya, permintaan minyak sebanyak dua juta barrel per hari tak ada lagi. Sebagai perbandingan, Indonesia saat ini memproduksi sekitar delapan ratus ribu barel per hari.
Memang pertumbuhan kendaraan listrik akan semakin naik setiap tahunnya, tapi bukan berarti kendaraan listrik bebas masalah. Toh, saat ini kendaraan listrik hanya mencakup sepersepuluh dari satu persen populasi mobil dunia.
Permasalahan terbesar kendaraan listrik saat ini adalah baterai. Baterai yang dipakai merupakan lithium-ion, baterai ini bertanggungjawab atas sepertiga biaya untuk membangun kendaraan listrik.
Selain mahal, proses pengisian baterai juga lama relatif dengan pengisian kendaraan konvesional, dibutuhkan waktu sekitar 4 sampai 8 jam untuk kendaraan listrik terisi penuh.
Meski ada baterai alternatif seperti NiMH (Nickel Metal Hydride) yang lebih aman dan murah, atau Supercapacitor (gabungan antara baterai dan kapasitor), lithium-ion masih paling favorit karena densitas energinya tinggi.
Masalah lain yang berhubungan dengan baterai adalah sumber energi. Diperkirakan pada 2040, kendaraan listrik akan mengkonsumsi 1.900 terawatt/jam listrik. Angka ini sebanding dengan sepuluh persen total listrik yang diproduksi umat manusia tahun lalu. Terlebih lagi tempat pengisian baterai yang masih terbatas dan tentu saja pembuatannya yang mahal.
Kabar baiknya, untuk pertama kali dalam sejarah umat manusia produksi energi angin dan solar sejak 2013 melebihi produksi energi yang dihasilkan dari kombinasi gas alam dan batubara.
Hal ini merupakan momentum untuk mencipatakan masa depan yang membentuk sebuah lingkaran permintaan antara energi terbarukan dengan kendaaraan listrik yang saling menguntungkan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Saat ini, hanya ada satu jenis kendaraan listrik yang secara resmi menjadi alat transportasi di Indonesia, yaitu kereta rel listrik (KRL).
Untuk mobil dan motor belum ada satu pun kendaraan listrik yang sudah berjalan di jalanan kota-kota Indonesia. Meskipun demikian aktifitas riset di perguruan tinggi terbilang aktif dalam kendaraan listrik.
Universitas Indonesa, misalnya. Tim Molina UI sudah mengeluarkan empat kendaraan listrik: Bus Konversi Electric Vehicle (EV), Makara Electric Vehicle (MEV) 01, City Car konversi (MEV) 02, dan City Car konversi (MEV) 03.
Kendaraan listrik terbaru produksi UI yaitu Bus Konversi Electric Vehicle (EV). Bus ini mempunyai daya sebesar 120kW dan 300 Ah dan dapat mengangkut 60 penumpang. Bus ini ke depan akan dipakai di lingkungan UI dan menjadi alat transportasi menggantikan bus kuning konvesional.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember juga sudah mengembangkan motor listrik Gesits, yang mempunyai daya motor 5 kW atau setara dengan motor 125 cc dan mampu melaju sampai 100 km/jam.
Durasi pengisian motor ini adalah 1 sampai 3 jam. Nantinya motor ini akan dikomersialisasikan ke publik dengan harga dibawah Rp 20 Juta.
Dengan demikian perkembangan kendaraan listrik ini meskipun menjanjikan, masih terdapat tantangan–tantangan tersendiri yang harus diselesaikan, dari permasalahan baterai sampai energi.
Semua problematika ini harus diselesaikan para insinyur muda Indonesia. Terutama jika mereka ingin benar–benar mendirikan pasar otomotif baru di dalam negeri yang lebih bersih dan murni.