Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
ISIS Incar Indonesia
khususnya Densus 88 yang berhasil mengungkap dan menemukan bom aktif, menangkap terguda teroris.
Editor: Rachmat Hidayat
Tingginya intensitas pembajakan kapal itu – yang berujung pada permintaan uang tebusan bagi pembebasan para sandera -- mengindikasikan bahwa masyarakat setempat, khususnya kelompok Abu Sayyaf, sedang mencari atau menggalang dana untuk menyiapkan ragam infrastruktur yang diperlukan ISIS.
Indikasi keempat adalah kembalinya puluhan simpatisan ISIS warga negara Indonesia (WNI) ke tanah air.
Jelang akhir Oktober 2016, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengemukakan bahwa sebanyak 53 WNI yang pendukung jaringan terorisme ISIS di Suriah dan Irak telah kembali ke Indonesia.
Masalah ini pun telah dilaporkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, menurut Suhardi, masih ada ratusan WNI yang berada di markas ISIS.
Simpatisan ISIS. Pertanyaannya adalah mereka kembali untuk apa? Kembali untuk menjalani kehidupan normal? Atau, kembali untuk mewujudkan rencana ISIS membangun kekhalifahan di Asia Tenggara?
Pemerintah memang memberi kesempatan bagi untuk mengikuti program deradikalisasi. Apakah mereka tulus mengikuiti program seperti itu, atau hanya dijadikan semacam kamuflase untuk menutup-nutupi kegiatan mereka sebagai pendukung ISIS?
Ada semacam gelagat bahwa sel-sel terorisme di Indonesia juga memberi respons positif terhadap rencana ISIS membangun basisnya di Asia Tenggara.
Kelompok-kelompok teroris itu sudah terang-terangan melampiaskan kebencian pada segenap jajaran Polri. Sejumlah prajurit Polri telah menjadi target serangan.
Kelompok-kelompok itu yang diduga mendalangi ricuh pasca aksi damai 411. Mereka menunggu Polisi lengah untuk bisa merampas senjata.Apalagi, ada WNI yang sangat dipercaya pimpinan ISIS.
Sosok WNI itu diduga mendalangi bom Sarinah. Bukan tidak mungkin, kelompok yang merencanakan ledakan bom di Istana Negara itu juga memiliki keterkaitan dengan WNI yang menjadi pentolan ISIS.
Indikasi terbaru tentu saja yang berkait dengan rencana makar. Seperti diketahui, Polisi telah menjadikan tersangka terhadap sejumlah orang yang diduga merencanakan makar.
Penyelidikan polisi bahkan sudah cukup jauh, karena bisa mengidentifikasi penyandang dana makar, termasuk pihak yang mengirim dan menerima dana itu.
Semua indikasi itu memang belum tentu saling berkait. Katakanlah satu sama lainnya terpisah. Namun, bisa saja semua indikasi yang merongrong ketahanan nasional itu memang dirancang oleh sebuah kekuatan besar yang tidak pernah diketahui oleh para perencana makar maupun kelompok-kelompok teroris di dalam negeri.
Kekuatan-kekuatan anti-pemerintah atau anti-Indonesia itu tentu sudah menyusun skenario untuk memperlemah ketahanan nasional sambil merongrong keutuhan NKRI.