Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Keamanan Cyber di Era Politik Baru
Presiden Indonesia perlu untuk waspada di tengah berbagai transisi dramatis yang terjadi di dunia, bukan hanya soal defisit atau kebijakan luar negeri
Editor: Malvyandie Haryadi
Meskipun begitu, ada beberapa area yang dapat ditangani untuk mengatasi tantangan-tantangan keamanan yang baru yang dapat dengan serius menggangu perkembangan ekonomi digital.
1) Dewan Penasehat Keamanan Cyber – Memperluas peran dan fungsi dari Komisi dalam Meningkatkan Keamanan Cyber Nasional pemerintah untuk mengikutsertakan lebih banyak lagi para profesional dan developer keamanan cyber untuk meningkatkan dan mempromosikan standar dan praktik terbaik terkait keamanan yang industry-specific.
Termasuk menyediakan panduan secara real-time mengenai bagaimana cara merespon isu-isu yang bergerak cepat atau isu-isu yang terkait langsung dengan konsumen, dan menciptakan akuntabilitas atas kegagalan untuk berjaga-jaga dengan layak terhadap serangan cyber.
Dalam dunia fisik,sebuah bisnis harus memenuhi standar tertentu, seperti peraturan mengenai bangunan atau inspeksi kesehatan, untuk membuka sebuah toko dan mulai berbisnis.
Untuk standar dan praktik terbaik, kerangka keamanan cyber NIST dan standar industri saat ini seperti PCI-DSS merupakan awal yang baik.
Akan tetapi perkembangan perangkat cerdas, jaringan IoT, perangkat terhubung, data besar, bangunan dan kota cerdas, dan infrastruktur kritis yang saling terhubung terus menerus mengubah lingkungan sosial dan keuangan kita secara dramatis.
Sejalan dengan ini, risiko yang menghadapi ekonomi digital kita yang berkembang pun semakin luas.
2) Melancarkan Berbagi Informasi – Respon kita terhadap ancaman yang berkembang ini tidak akan bisa cukup cepat tanpa pengetahuan baik mengenai ancaman tersebut.
Dan hal ini berarti diperlukan pembagian informasi antara organisasi bertanggungjawab terhadal infrastruktur kritikal kita.
Undang-undang Cybersecurity Act of 2015 menciptakan sebuah kerangka untuk pembagian informasi mengenai ancaman keamanan cyber dan tindakan defensif antara pihak-pihak sektor swasta dan antara sektor swasta dengan pemerintah, dan mendorong partisipasi sukarela pada badan informal seperti ISAO.
Akan tetapi organisasi-organisasi akan tetap membagikan sedikit dari intelijen yang diperlukan.
Terlalu banyak industri dan organisasi yang masih takut dalam berbagi informasi.
Kini saatnya untuk menciptakan badan pengatur yang dapat menentukan standar pembagian informasi untuk industri-industri penting, dan menuntut pemenuhan persyaratan audit dan sertifikasi.
3) Akuntabilitas – Risiko yang dibebankan pada konsumen dan ekonomi akibat keamanan cyber dimengerti dengan baik.