Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Rumah Gerakan 98: Ormas yang Tidak Akui Pancasila Tak Pantas Dapat Perlindungan dari Negara
Tuntutan agar Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Editor: Malvyandie Haryadi
PENGIRIM:
Dewan Pimpinan Nasional Rumah Gerakan 98
Wakil Ketua Umum bidang Kehormatan
Wahab Talaouhu
TRIBUNNERS - Tuntutan agar Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Rumah Gerakan 98, mencermati dengan seksama, bahwa maraknya tuntutan merupakan reaksi atas kejumudan rencana pembubaran HTI yang sudah menjadi agenda Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada sekitar bulan Mei 2016.
Pertanyaannya kemudian kenapa masyarakat tidak mendengar kemajuan rencana pemerintah tersebut.
Padahal sudah tidak terbantah dan benar-benar vulgar, HTI merupakan ormas yang menolak Pancasila sebagai Dasar Negara.
Dalam pandangan HTI, Pancasila, dan juga Pemerintahan Republik Indonesia merupakan toghut alias berhala.
Penilaian HTI tersebut jelas tidak hanya anti Pancasila, dan menolak Negara Kebangsaan melainkan juga menebar fitnah yang praktis mendelegitimasi Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Moh. Jusuf Kalla sebagai kafir dan tidak sah.
Syahdan, kejumudan atas rencana pembubaran HTI sebelumnya telah mengubah keadaan menjadi sangat menghkhawatirkan.
Bagaimana bisa atas nama demokrasi yang dijamin Konstitusi Dasar 1945 yang ditolaknya, HTI menggelar kegiatan dan aksi massa lengkap dengan poster berisi tuntutan pembentukan Pemerintahan Khilafah.
DPN Rumah Gerakan melihat hal ini sebagai ketidakseriusan dari aparatus penegak hukum: (Kepolisian, Kejaksaan Agung), Kementerian Dalam Negeri, Menkopolhukam RI untuk membubarkan ormas anti Pancasila. Ketiadaan politicall will tersebut telah membuka ruang seluas-luasnya untuk ormas HTI yang menginginkan negara Indonesia menjadi negara teokrasi.
Intoleransi juga telah merasuki organiasi siswa intra sekolah (OSIS) belakangan ini, di mana Ketua OSIS terpilih haruslah dari agama tertentu.
Sampai di sini DPN Rumah Gerakan 98 menganggap Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin telah gagal menjaga toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu penyebabnya karena ketidak berani menunjukkan sikap yang jelas dalam menghadapi sikap-sikap intoleransi.
DPN Rumah Gerakan 98 mengingatkan kepada aparatur negara termasuk Kementerian Agama RI agar menjaga marwah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Secara yuridis ketentuan tersebut dikukuhkan dalam Memorandum DPR Gotong Royong 9 Juni 1966.