Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
DPR: Kuantitas, Karya, dan Reputasi
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyepakati penambahan jumlah kursi DPR sebanyak 15 kursi.
Editor: Hasanudin Aco
Bagaimana dengan reputasi atau citra DPR? Sejauh ini juga tidak kinclong. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedikitnya 75 anggota dan mantan anggota DPR terlibat korupsi.
Hasil survei sejumlah lembaga juga menunjukkan DPR sebagai salah satu lembaga terkorup. Hasil karya yang rendah juga menunjukkan citra DPR kurang harum. Ditambah dengan isu seputar perempuan, makin meranalah citra dan reputasi DPR.
Ada kekhawatiran, penambahan kursi DPR dimaksudkan agar kian banyak kader partai politik yang duduk di DPR. Dengan demikian akan lebih banyak anggaran di DPR yang masuk ke parpol melalui kadernya. Bukan rahasia lagi, setiap bulan anggota DPR dipotong gajinya dengan besaran tertentu tergantung fraksinya.
Di sisi lain, penambahan kursi DPR tidak bisa menjadi tolok ukur keterwakilan, atau kedekatan hubungan masyarakat (konstituen) dengan anggota DPR dari daerah pemilihannya. Ada yang mengusulkan, untuk meingkatkan keterwakilan, ada dua cara yang bisa ditempuh DPR.
Pertama, memperkecil besaran daerah pemilihan (dapil), agar anggota DPR bisa dengan mudah menyerap aspirasi konstituennya. Kedua, penataan ulang (reformulasi) dapil sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Basis data jumlah penduduk digunakan untuk mengatur ulang proporsionalitas kursi di provinsi, bukan dengan menambah kursi, melainkan realokasi kursi. Sebab, ada beberapa provinsi yang justru mengalami over representative.
Simak pula hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) terkait isu penambahan jumlah kursi DPR yang dirilis di Jakarta, Selasa (30/5/2017).
Jajak pendapat ini dilakukan pada 27-28 Mei 2017 dengan melibatkan 200 responden dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Responden dipilih acak dari data responden internal yang dimiliki kedaiKOPI. Tingkat pendidikan responden adalah lulusan S1 (81%), lulusan D3 (12%), lulusan S2 (6%) dan lulusan S3 (2%) dengan usia di atas 17 tahun atau sudah menikah.
Hasilnya, ternyata 81% responden tidak setuju ada penambahan kursi DPR, 16% setuju dan sisanya tidak menjawab. Menurut responden, penambahan kursi DPR tidak akan berpengaruh terhadap kinerja DPR (73%), hanya 22% yang menyatakan berpengaruh, dan sisanya tidak menjawab.
Penambahan kursi DPR juga dicitrakan tidak mempermudah komunikasi rakyat dengan anggota DPR. Ada 80% responden yang menyatakan demikian dan 11% menyatakan penambahan kursi mempermudah komunikasi dengan anggota DPR, dan sisanya tidak menjawab. Khusus mengenai kinerja DPR saat ini, 75% responden menyatakan tidak baik, hanya 11% yang menyatakan baik, dan 15% menjawab tidak tahu.
Lalu, untuk apa dan siapa kursi DPR serta pimpinan DPR, MPR dan DPD ditambah? Bukankah hanya akan membebani APBN yang berasal dari pajak rakyat?
Sumaryoto Padmodiningrat: Mantan Anggota DPR RI.