Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menolak Permendikbud No.23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah
Penerapan 40 jam selama lima hari secara perlahan akan menghilangkan jam pelajaran pendidikan keagamaan
Editor: Eko Sutriyanto
Disamping itu praktek kalau di perkotaan tidak ada masalah dari segi keamanan, lalu bagaimana dengan daerah-daerah tertinggal di pedesaan yang masih rentan dengan aspek keamanan dan bertambahnya uang saku.
Kedua, secara psikologis dunia anak memerlukan waktu untuk bersosialisasi dan berinterakasi dengan lingkungannya.
Tiadanya waktu berinteraski berdampak pada pertumbuhan mental dan tingkat kejenuhan anak sehingga lemah dalam berinovasi.
Ketiga, secara kelembagaan mematikan diniyah pesantren yang dijalankan pada sore hari.
Penerapan 40 jam selama lima hari secara perlahan akan menghilangkan jam pelajaran pendidikan keagamaan bukan hanya diniyah saja akan tetapi pendidikan keagamaan secara umum yang selama ini diselenggarakan pada sore hari.
Ini berpotensi mematikan layanan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat seperti Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren, Pendidikan Alquran dan lain-lain yang sesungguhnya menjadi basic penguatan character building.
Mengingat aspek mudharatnya lebih banyak dari unsure manfaatnya, maka Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menolak kebijakan tersebut dan meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk mencabut Permendikbud 23/2017 tentang hari sekolah dan tidak menerapkanya mulai tahun ajaran 2017/2018.
Dra. Hj. Ida Fauziyah,MSI
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa