Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Refleksi Akhir Tahun 2017 dari TPDI: Politik SARA hingga Pemberantasan Korupsi
Politik uang dan Sara dalam Pilkada 2018 dan Pilpres 2019, dua jenis kejahatan pemilu (Pilkada dan Pilpres), yang akan menjadi dua isu
Editor: Malvyandie Haryadi
Media sering menyoroti kebijakan Kapolres/Kepala Kejaksaan di daerah, karena sering memanen SP3 dalam setiap Penyidikan kasus korupsi.
Penanganan korupsi yang bertele-tele karena kasusnya tidak kunjung meningkat ke arah Penuntutan, melahirkan sikap sinis dari masyarakat yaitu pelaku korupsi bisa berulang tahun memperingati kasus korupsi yang dituduhkan kepadanya masih mandeg di Kejaksaan dan Polri, juga ada sisnisme masyarakat terhadap sikap pimpinan Polri dan Kejaksaan di daerah yang suka mewariskan kasus-kasus korupsi kepada pimpinan baru penggantinya.
III. POLITIK HUKUM.
Dampak politik dari kejahatan Sara dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, telah membawa efek domino dan menimbulkan eskalasi Politik secara cepat dan dinamis mengarah kepada perseteruan secara head to head antar kelompok masyarakat di sejumlah daerah, karena merasa wajib menjaga Pluralitas dan Pancasila dengan Kelompok Masyarakat yang dianggap anti Pancasila atau Intoleran dan radikal.
Suasana dimana warga masyarakat secara head to head berhadap-hadapan mepertentangkan Ideologi Negara, telah sangat membahayakan keutuhan negara, karena itu berdasarkan informasi inteligen dan bukti-bukti tentang keadaan kegentingan yang memaksa, Presiden Jokowi berdasarkan wewenangnya menurut UUD 1945, telah mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas diikuti dengan membubarkan ormas HTI yang dalam tindakannya ingin menggantikan ideologi Pancasila dengan Khilafah.
Lahirnya Perppu No. 2 Tahun 2017 oleh Presiden Jokowi dimaksudkan untuk mengoreksi secara total kebijakan yang keliru dari Presiden SBY ketika melahirkan UU No. 17 Tahun 2013, Tentang Ormas, karena UU Ormas No. 17 Tahun 2013, secara nyata telah mempersulit negara ketika hendak menggunakan kekuasaannya menghadapi ormas-ormas yang dalam sikapnya hendak menggantikan Ideologi Pancasila dengan Ideologi lain, seperti HTI yang ingin menggantikan Pancasila dengan Khilafah.
Yang patut diapresiasi adalah, Perpu itu kemudian berhasil lolos di DPR RI dengan diterimanya menjadi UU sehingga Presiden tinggal menyatakan mengesahkan Perpu No.m2 Tahun 2017 menjadi UU.
Dengan diterimanya Perpu No. 2 Tahun 2017 menjadi UU maka Presiden Jokowi berhasil membuktikan kepada Rakyat Indonesia bahwa keadaan kegentingan yang memaksa yang mengancam NKRI, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika bukanlah sesuatu yang imaginer, melainkan sesuatu yang faktual yang memenuhi syarat UUD 1945 untuk lahirnya sebuah Perpu.
Dengan Perpu No. 2 Tahun 2017 itu pulalah Presiden Jokowi melalaui Menteri Hukum dan HAM mencabut satatus Badan Hukum HTI tanpa bertele-tele melalui proses peradilan dan serta merta pula kondisi keamanan pulih kembali dimana masyarakat tetap hidup berdampingan secara damai dalam keanekaragaman sebagaimana saat ini dirasakan.