Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Catatan Akhir Mudik Lebaran: Petaka di Balik Angkutan Pelayaran
Pemerintah mengklaim manajemen mudik Lebaran tahun ini (2018) berjalan lebih baik dan lancar daripada tahun sebelumnya.
Editor: Dewi Agustina
Penulis: Tulus Abadai
Ketua Pengurus Harian YLKI
PEMERINTAH mengklaim manajemen mudik Lebaran tahun ini (2018) berjalan lebih baik dan lancar daripada tahun sebelumnya.
Hal ini ditandai dengan menurunnya tingkat kecelakaan, menurunnya penggunaan sepeda motor, lalu lintas lebih lancar, bahkan peningkatan penumpang angkutan umum.
Klaim tersebut bisa jadi ada benarnya, karena mudik Lebaran tahun ini ditopang dengan perpanjangan waktu libur Lebaran dan atau tersambungnya tol Trans Jawa.
Sebagian pemudik mengatakan mudik Lebaran 2018 lebih enjoy, sebagian yang lain mengatakan masih seperti "neraka".
Namun jika dilihat pada sektor angkutan pelayaran, maka klaim pemerintah tersebut berbalik 180 derajat.
Bagaimana tidak, jika pada satu bulan Lebaran saja, dua buah kapal manusia tenggelam, dengan korban massal.
Pertama, Kapal Sinar Bangun 5 di perairan Danau Toba, pada H plus 3 Lebaran.
Korban meninggal/hilang tak kurang dari 170-an orang.
Hingga kini bangkai kapal berikut korbannya belum bisa dievakuasi, walau titik lokasinya sudah ditemukan.
Kedua, masih pada suasana Lebaran, pada 2 Juli 2018 sebuah kapal bernama Maju Lestari tenggelam di Selat Selayar, Sulawesi Selatan.
Korban meninggal/hilang juga tak kurang dari 130 orang.
Jadi selama musim Lebaran sektor angkutan pelayaran menelan korban meninggal karena kecelakaan/kapal tenggelam mencapai lebih dari 300 orang.
Penyebab utamanya pun sama: over kapasitas!