Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Catatan Akhir Mudik Lebaran: Petaka di Balik Angkutan Pelayaran
Pemerintah mengklaim manajemen mudik Lebaran tahun ini (2018) berjalan lebih baik dan lancar daripada tahun sebelumnya.
Editor: Dewi Agustina
Dengan dua kejadian tersebut, di sektor angkutan pelayaran, manajemen transportasi pemerintah terbukti masih kedodoran, jika tidak boleh dibilang gagal.
Lalu, pertanyaannya, kenapa hal itu masih terjadi, dan berpotensi terus terjadi?
Secara kasat mata tidak sulit untuk menjawabnya;
1. Masih lemahnya pengawasan oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Perhubungan setempat.
Bahkan mungkin memang tidak ada pengawasan. Bagaimana ada pengawasan, jika kapal Sinar Bangun 5 yang hanya berkapasitas 43 orang, ternyata memuat lebih dari 200 orang?
Juga kapal yang tenggelam di perairan Selayar, tenggelam karena over kapasitas.
Kemana itu petugas pengawas pelabuhan, kemana itu syahbandar?
Hal yang amat primitif jika sebuah kapal tenggelam karena over kapasitas.
2. Masih minimnya infrastruktur transportasi di sektor ini, khususnya sektor pelayaran rakyat.
Baca: Duyung Mati Terdampar di Pantai Padang Galak, Ekornya Terikat Tali Tambang
Terbukti rata-rata kapal yang digunakan adalah jenis kapal kayu, yang jauh dari standar kelaikan.
Sudah tidak standar, memuat melebihi kapasitas yang ditentukan pula.
Aspek keselamatan benar-benar dicampakkan ke comberan.
Selain kapal yang tidak terstandardisasi, awak kapal pun tidak tersertifikasi pula, termasuk nakhoda.
Kapal berlayar tanpa mengantongi surat laik layar, baik kapalnya dan atau awak kapalnya (nakhoda);