Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jangan Lagi Kekanak-kanakan, Mulailah Bicara Program
Panggung politik yang akhir-akhir ini lebih mempertontonkan aktor politik dengan perilaku kekanak-kanakan harus dihentikan
Editor: Rachmat Hidayat
Ketika ada yang mensinyalir bahwa Bank Dunia menyalurkan bantuan melalui rekening pribadi seseorang, sinyalemen yang mengundang tawa itu buru-buru diluruskan berbagai kalangan di masyarakat; bahwa tak mungkin Bank Dunia menyalurkan bantuan melalui rekening pribadi. Begitu juga dengan sinyalemen asal-asalan tentang biaya pembangunan light rail transit (LRT) hingga tempe setipis kartu ATM.
Tantangan Publik
Perilaku kekanak-kanakan yang ditandai dengan kritik asal bunyi, saling hina, saling tuduh hingga saling ejek itu bertujuan mendegradasi elektabilitas lawan politik. Akan tetapi, ketika semuanya dilakukan oleh aktor-aktor politik yang sejatinya tidak punya kompetensi pada isu-isu dimaksud, perilaku yang demikian sebenarnya menjurus pada tindakan bunuh diri politik. Sebab, kritik asal bunyi diasumsikan menganggap publik bodoh sehingga akan percaya begitu saja pada kritik yang ngawur itu.
Namun, ketika publik paham bahwa kritik itu salah alias asal bunyi, para aktor politik itu akan dinilai tidak kompeten. Publik marah karena dianggap bodoh. Kemarahan publik akan dilampiaskan saat setiap orang menetapkan pilihan politiknya.
Berpijak pada logika politik dan faktor-faktor penentu elektabilitas, tindakan bunuh diri politik sebenarnya cukup marak dilakukan sejumlah politisi sepanjang periode menuju penetapan calon presiden (Capres) dan calon wakil Presiden (Cawapres) hingga prngambilan nomor urut peserta Pilpres 2019.
Bahkan ada sejumlah aktor yang berpotensi berhadapan dengan proses hukum, misalnya karena asal-asalan menuduh, menghina atau mencemarkan nama baik pihak lain. Namun, karena asumsi bahwa tensi boleh menghangat menuju tahun politik 2019, diberikan toleransi terhadap aktor-aktor politik yang berperilaku tidak terpuji itu.
Dua kandidat Capres-Cawapres sudah ditetapkan berikut nomor urut masing-masing. Tim pemenangan tingkat nasional hingga daerah sudah dibentuk.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun sudah menetapkan tanggal 23 September 2018 menjadi hari pertama dimulainya kampanye, yang diawali deklarasi kampanye damai. Para aktor politik kedua kubu diharapkan mau mengaktualisasikan tema kampanye damai itu.
Jika konsisten dengan semangat itu sekaligus mewujudkan pesta demokrasi yang menggembirakan, perilaku kekanak-kanakan hendaknya tidak lagi dipraktikan.
Tim kampanye dari kedua kubu –umumnya beranggotakan para politisi – patut menyadari bahwa publik menantang mereka untuk lebih mengedepankan program, solusi serta gagasan-gagasan baru yang lebih menjanjikan.
Program, solusi maupun gagasan baru itu hendaknya realistis, mengacu pada fakta-fakta persoalan terkini. Harap dicamkan bahwa publik menolak jika program atau gagasan baru itu cenderung mengawang-awang. Dari program dan gagasan itu, publik ingin optimisme mereka ditumbuhkan.
Dengan begitu, publik meminta kedua kubu untuk lebih beradab dan dewasa dalam berpolitik. Sebagai kekuatan politik, kedua kubu harus fokus mendengar, menanggapi dan mengolah aspirasi masyarakat.
Dengan berpijak pada fakta-fakta persoalan terkini, kedua kubu pun harus berani menetapkan prioritas program masing-masing. Silahkan memanfaatkan panggung kampanye untuk mengritik lawan. Tapi kritik harus obyektif, proporsional didukung data yang akurat dan relevan.
Seperti diketahui bersama, menuju Pilpres 2019, Indonesia masih menghadapi gejolak nilai tukar valuta yang berakibat pada depresiasi rupiah. Durasi pelemahan rupiah sulit ditetapkan karena bergantung pada mekanisme pasar yang dipengaruhi oleh langkah-langkah bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve.