Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tidak Dianggap Persoalan Hidup dan Mati Jadi Sebab Pendidikan di Indonesia Terus Terpuruk
Pendidikan di Indonesia terus terpuruk karena tidak dianggap sebagai permasalahan hidup mati.
“Jadi pendidikan green consumer itu membangun kesadaran agar konsumen ikut mengurangi sampah plastik,” kata Nana.
Untuk mencapai tujuan itu, proses pembelajaran, dan materi ajarnya, tambah Nana, berorientasi pencerdasan konsumen dalam membaca literasi.
Konsumen diajak memikirkan bagaimana pencitraan mengendalikan cara berpikir dan memompa hasrat konsumsi produk perusahaan itu dibuat.
Proses pembelajaran itu diharapkan meningkatkan kecerdasan literasi masyarakat sehingga mampu memupus hasrat berkonsumsi, dan semua konsumen dalam berbelanja produk dilakukan melalui keputusan yang cerdas dan sehat.
Nana mencontohkan konsumsi tidak sehat itu seperti seorang narapidana korupsi saat ditangkap KPK, salah satu harta yang disita adalah tas merk Hermes yang harganya ratusan juta.
Penumpukan sampah plastik air mineral, kata Nana, bukan hanya wujud ketidak-disiplinan dalam membuang sampah melainkan juga ekses dari orientasi konsumsi yang dilakukan konsumen karena pencitraan oleh produsen.
“Jutaan ton sampah dibuang ke laut, sampai berdampak matinya ikan paus yang menyimpan 7 kilogram plastik di perutnya,” kata Guru Besar UPI.
Untuk menyadarkan dan mencerdaskan konsumen, Nana Supriatna berharap ke depan pendidikan konsumen hijau bisa masuk ke semua mata pelajaran.
Sementara itu James Modouw menyampaikan, bahwa desentralisasi pendidikan telah membedakan pendidikan Indonesia dibanding sebelum era reformasi. Sekarang urusan kebijakan pendidikan merupakan kewenangan pusat.
“Urusan tekhnis pendidikan diserahkan kepada pemerintah daerah,” kata Staf Ahli Menteri Pendidikan & Kebudayaan.
Sesuai dengan pembagian kewenangan itu, lanjut James Modouw, pemerintah provinsi harus memikirkan teknis-teknis mengatasi dampak gelombang revolusi industri berbasis teknologi informasi generasi 4.0.