Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menang Ojo Umuk, Kalah Ojo Ngamuk
Dengan demikian, semangat “menang ojo umuk, kalah ojo ngamuk” bukan hanya berlaku usai pemilu saja, melainkan juga selamanya.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Sumaryoto Padmodiningrat
TRIBUNNEWS.COM - Judul di atas, yang berarti “menang jangan angkuh, kalah jangan mengamuk”, tampaknya tepat dikumandangkan saat ini, ketika pemungutan suara Pemilu 2019 usai digelar, Rabu (17/4/2019) sore.
Sepuluh lembaga survei independen, yakni LSI Denny JA, SMRC, Litbang Kompas, Poltracking Indonesia, Indikator Politik Indonesia, Voxpol Center, Indo Barometer, Charta Politika, Median dan CSIS-Cyrus Network dalam metode quick count (hitung cepat), menunjukkan kemenangan pasangan calon presiden-wakil presiden, Joko Widodo-KH Maruf Amin, atas pasangan capres-cawapres, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dengan kisaran suara 55% versus 45% atau selisih 10% dalam Pemilu Presiden 2019.
Sebaliknya, dengan mengutip hasil quick count lembaga internalnya, Prabowo Subianto mengklaim sebagai pihak yang menang dengan angka 52%, kemudian klaimnya meningkat menjadi 62%.
Sedangkan hasil quick count CSIS-Cyrus Network untuk Pemilu Legislatif 2019, sembilan partai politik berhasil melampaui ambang batas parlemen (parliamentary treshold) 4%, yakni PDI Perjuangan (20,5%), Partai Golkar (13%), Partai Gerindra (11,9%), Partai Kebangkitan Bangsa (10,1%), Partai Nasdem (8,2%), Partai Keadilan Sejahtera (7,9%), Partai Demokrat (7,2%), Partai Amanat Nasional (6,4%) dan Partai Persatuan Pembangunan (5,2%). Hasil quick count CSIS-Cyrus Network ini berdasarkan 56,8% data yang masuk hingga pukul 17.43 WIB dan tingkat keacakan 98,5%.
Meskipun sama-sama mengklaim sebagai pihak yang menang, namun baik Jokowi maupun Prabowo sama-sama mengimbau pendukungnya agar menunggu hasil resmi penghitungan suara atau rekapitulasi manual dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Prabowo, yang merasa dicurangi, termasuk oleh lembaga-lembaga survei yang ia tuding sengaja menggiring opini publik sehingga pihaknya dipersepsikan kalah, menyerukan agar para pendukungnya menahan diri, tidak bertindak anarkis.
Baca: Hasil Real Count KPU Pileg 2019 di pemilu2019.kpu.go.id, PDI-P Sementara Unggul 24,74 Persen
Jokowi pun setali tiga uang. Ia minta para pendukungnya menahan diri untuk tidak bereuforia sambil menunggu hasil resmi KPU, serta mengajak seluruh komponen bangsa ini kembali bersatu sebagai saudara sebangsa dan se-Tanah Air.
Bedanya, saat menyampaikan pesan demikian di Djakarta Theatre di Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jokowi didampingi cawapresnya, KH Maruf Amin, sedangkan Prabowo di kediamannya di Jl Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tidak didampingi cawapresnya, Sandiaga Uno, dan disertai aksi sujud syukur, mengulang peristiwa Pilpres 2014.
Inilah yang memantik spekulasi telah terjadi perbedaan sikap antara Prabowo dan Sandiaga dalam menanggapi hasil quick count Pilpres 2019. Sandiaga diasumsikan legawa, mengingat masa depan politiknya masih teramat panjang.
Dari pidato “inaugurasi” Jokowi dan Prabowo itu, tercermin keduanya mencoba bersikap “wani ngalah luhur wekasane” (berani mengalah maka tinggi derajatnya), “menang tanpa ngasorake” (menang tanpa merendahkan lawan), dan “kalah tanpa wirang” (kalah tanpa kehilangan martabat). Inilah sikap kenegarawanan yang patut diapresiasi dan diteladani.
Artinya, siapa pun yang memenangkan pemilu, pemenang sesungguhnya adalah rakyat Indonesia yang telah menggunakan hak pilihnya dengan sebaik-baiknya, dan menentukan pilihan sesuai suara hati nurani.
Hal ini juga tercermin dari pernyataan Jokowi yang menyampaikan ucapan terima kasih kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang telah berhasil menyelenggarakan pemilu dengan jujur, adil dan demokratis, serta Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang berhasil menjaga dan mengamankan pelaksanaan Pemilu 2019.
Memang, nada bicara Prabowo tidak sepenuhnya ikhlas, tapi hal itu wajar saja, mengingat sudah tiga kali ia maju dalam pilpres, tapi tak kunjung meraih kemenangan. Yang tidak wajar adalah jika masih ada para pendukungnya yang menggelorakan semangat people power (pengerahan massa), seperti Amien Rais dan Eggi Sudjana.