Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tujuh Tahun Pelembagaan Kode Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
Mindset indikator keberhasilan DKPP adalah ke arah efektifitas putusan DKPP dan kepuasan pencari keadilan pemilu (justice seeker) bukan kuantitas perk
Editor: Eko Sutriyanto
Segala rupa praktik kekuasaan akan tunduk pada prinsip-prinsip moral karena praktik penyimpangan kekuasaan seringkali luput dari sanksi manakala dilarikan pada jalur hukum.
Menurutnya, di Indonesia morality of power belum berkembang dengan baik. Dimensi moralitas yang agung selalu direduksi pada aspek administrasi legal.
Akibatnya, banyak penanganan perkara besar (korupsi, misalnya) yang bersembunyi di balik pembuktian hukum.
Berbeda dengan yang pernah terjadi di Amerika Serikat, seorang Walikota New York mengaku telah menyalahi kode etiknya sebagai pejabat publik dan mengundurkan diri karena diketahui menjadi perantara transaksi seksual tanpa melalui proses hukum yang berbelit.
Di Jepang, aspek-aspek morality of power berkembang sangat baik, budaya malu (shame culture) juga berlaku di negeri ini. Sering tersiar kabar pejabat mengundurkan diri bahkan bunuh diri hanya karena dituding melakukan korupsi. (Jurnal Etika dan Pemilu DKPP, Vol. 4, Nomor 2 – Desember 2018).
Kesadaran dunia internasioanl tentang pentingnya pelembagaan kode etik untuk melengkapi pendekatan hukum dalam mengatur kehidupan bangsa, mulai digaungkan dalam suatu resolusi Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tahun 1996, agar seluruh negara anggota mendirikan badan etik pada tiap kantor publik (to install ethics infra structure in public offices).
Indonesia, sebagai negara berdaulat dalam percaturan dunia, menindaklanjuti Resolusi PBB dengan menerbitkan TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 dengan mengembangkan struktur etika dalam jabatan-jabatan public (ethics infra-structures in public offices), baik di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, juga pada organisasi profesi.
Dewan Kehormatan Penyelenggara (DKPP) adalah satu di antara lembaga penegak kode etik yang bertugas khusus dalam penegakan kode etik bagi seluruh penyelenggara pemilu di Indonesia dengan menggunakan sistem peradilan modern sebagaimana peradilan pada umumnya, yang penegakannya dilakukan melalui proses peradilan yang independen, imparsial, dan terbuka.
Performa Lembaga Penegak Kode Etik di Indonesia
Di Indonesia, sebenarnya sudah cukup banyak berdiri lembaga-lembaga penegak kode etik dalam lingkungan jabatan-jabatan kenegaraan. Di bidang kehakiman, misalnya, sudah ada Komisi Yudisial, di samping adanya Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dalam sistem internal Mahkamah Agung.
Di Mahkamah Konstitusi juga ada mekanisme Majelis Kehormatan Hakim (MKH) Mahkamah Konstitusi. Di dunia pers dan jurnalistik, terdapat pula Dewan Pers.
Di lingkungan lembaga legislatif, yaitu DPR dan DPD telah ada Mahkamah Kehormatan DPR dan Badan Kehormatan DPD.
Di lingkungan organisasi profesi, seperti misalnya di dunia kedokteran, sudah ada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang salah satu tugasnya membentuk mengatur keberadaan Majelis Kehormatan Etika Kedokteran.
Sedangkan di bidang-bidang profesi lainnya, lembaga penegak etika itu semua dilembagakan secara internal dalam masing-masing organisasi profesi, organisasi-organisasi kemasyarakatan atau pun partai-partai politik.