Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Tujuh Tahun Pelembagaan Kode Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

Mindset indikator keberhasilan DKPP adalah ke arah efektifitas putusan DKPP dan kepuasan pencari keadilan pemilu (justice seeker) bukan kuantitas perk

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Tujuh Tahun Pelembagaan Kode Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
ISTIMEWA/DOKUMENTASI
Mohammad Saihu 

Pun demikian yang ada di banyak lembaga negara dan semua partai politik, serta kebanyakan organisasi kemasyrakatan (Ormas) telah mempunyai sistem kode etik yang diberlakukan secara internal dan disertai dengan pengaturan mengenai lembaga-lembaga penegaknya.

Di lingkungan Pengawai Negeri sudah ada Kode Etik Pegawai Republik Indonesia dan mekanisme penegakannya.

Di lingkungan Komisi Nasional Hak asasi Manusia (Komnasham) juga sudah diatur adanya Kode Etika Komisioner dan mekanisme penegakannya. Di organisasi PERADI (Persatuan Advokat Indonesia) juga sudah diatur adanya Kode Etika dan Majelis Kehormatan Advokat.

Namun demikian, semua lembaga penegak kode etik tersebut, oleh banyak ahli hukum dinilai  masih bersifat proforma atau sebagai pantas-pantasan, basa-basi atau sekadar mengikuti trend (KBBI), bahkan sebagian di antaranya belum pernah menjalankan tugasnya dengan efektif dalam rangka menegakkan kode etik yang dimaksud.

Salah satu sebabnya ialah bahwa lembaga-lembaga penegak kode etik tidak semuanya memiliki kedudukan yang independen, sehingga kinerjanya tidak efektif.

Kemodernan Peradilan DKPP

Sejarah DKPP bermula dari telah berdirinya Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK KPU) pada tahun 2008 berdasarkan UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

Berita Rekomendasi

DK KPU adalah institusi etik, bersifat ad hoc, dan bertugas menyelesaikan persoalan pelanggaran kode etik bagi penyelenggara pemilu di tingkat provinsi dengan fungsi memanggil, memeriksa, dan menyidangkan hingga memberikan rekomendasi (hanya) kepada KPU.

Untuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU Kabupaten/Kota dibentuk DK-KPU Provinsi. Sedangkan untuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota Bawaslu dibentuk DK Bawaslu.

DKPP hadir sebagai lembaga peradilan etik yang menerapkan prinsip-prinsip peradilan yang lazim di dunia modern, termasuk mengenai independensi dan imparsialitasnya.

Hanya beberapa tahun, DK KPU memberikan teroboson dengan memberhentikan beberapa penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik. Di antara 2 (dua) putusan DK KPU menjadi trending topics,

“Tahun 2009, 5  anggota KPU Sumatera Selatan diberhentikan karena  konfilk kepentingan yang menghambat kinerja KPU” dan “Tahun 2010, Anggota KPU Andi Nurpati dipecat karena menjadi Pengurus Partai Demokrat”.

Kinerja DK KPU pun mengundang simpati publik. Alhasil pemerintah dan DPR memandang penting untuk meningkatkan kapasitas wewenang, tugas, dan fungsi lembaga kode etik di bidang kepemiluan ini.

Selain itu, komposisi keanggotaan DK KPU yang dominan dengan unsur penyelenggara pun dinilai perlu ditata ulang.  Pada 12 Juni 2012 DK KPU secara resmi berubah DKPP melalui produk hukum UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemiluhan umum.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas