Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
SKT FPI dan Matinya Optimisme Publik
Komitmen Kemenag pada pemberantasan radikalisme menjadi ambigu dengan memperpanjang izin operasional FPI.
Editor: Husein Sanusi
Prabowo sudah cukup jadi pelajaran tentang bagaimana cara memanfaatkan kelompok garis keras dan radikal untuk menciptakan kegaduhan, kemudian dirinya sendiri makan kue kekuasaan.
Hari ini giliran Fachrul Razi yang membuat kegaduhan; melalui wacana pelarangan cadar dan celana cingkrang, dan penerbitan SKT FPI.
Khusus kepada umat muslim, wajib hukumnya lebih bersabar, tenang, tahan emosi dan jangan mudah terpancing. Mudah terprovokasi oleh adu domba yang mengarah pada perpecahan merugikan diri sendiri.
Rakyat harus bahu-membahu agar tidak berperang satu sama lain, atas nama agama maupun alasan lain.
Bukan perkara mustahil, rakyat yang terus berkelahi atas dasar apa pun akan melahirkan buzzer-buzzer yang menuduh kegaduhan sebagai kegagalan presiden dalam menjalankan roda pemerintahan. Jika sampai gaduh seperti sebelum Pilpres kemarin, siapa yang rugi dan siapa yang untung sudah jelas.
Penulis berpikir, kegaduhan politik pra-Pilpres sudah cukup jadi pelajaran. Rakyat masih buta politik. Rakyat berjuang berdarah-darah, tapi para “penunggang gelap” yang menikmati jatah kekuasaan. Pilpres kemarin merupakan pelajaran sangat berarti dari para politisi itu, ternyata ideologi tidak betul-betul nyata. Komitmen negara untuk memberantas radikalisme tidak betul-betul serius. Bebas dari radikalisme hanya ilusi dan mimpi di siang bolong. Salah satu bukti lainnya adalah Kemenag yang bersemangat menerbitkan SKT FPI.*
*Penulis adalah alumni Universitas Al-Azhar, Mesir; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Periode 2010-2015.