Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Apa yang Bisa Dilakukan, Jika Reputasi Anda Bernasib Seperti Eks Bos Garuda?
Sifat krisis yang datangnya mendadak dan tidak terduga menyebabkan sulitnya antisipasi krisis, sekaligus keruwetan dalam upaya memulihkannya krisis.
Editor: Dewi Agustina
Itukah sebabnya mengapa bisnis jasa layanan pencitraan atau pun jasa manajemen reputasi berkembang cukup baik.
Teori ilmu komunikasi terkait praktek manajemen reputasi ini pun bermunculan.
Seperti yang ditemukan oleh Prof William Benoit, yaitu Image Restoration Theory (atau pemulihan citra/restotasi reputasi).
Dalam perspektif teori Benoit, kata kunci "maaf" dan "mundur" yang disampaikan Menteri Erick merupakan implementasi dari strategi paling pamungkas dari teori pemulihan citra ini, strategi Mortification.
Taktik dari strategi Mortification adalah minta maaf karena ada kesalahan.
Meminta maaf merupakan perbuatan yang terpuji. Minta maaf juga menunjukkan komitmen untuk bersegera memperbaiki diri.
Hingga saat ini sikap elegan eks bos Garuda belum termonitor media. Padahal strategi Mortification ini belum cukup.
Mengapa? Masih ada lagi faktor kerugian yang diderita oleh pihak lain, dalam hal ini negara (bea dan cukai).
Menteri Sri menyebut kerugian negara mencapai Rp 1,5 miliar. Belum lagi pihak yang ikut terseret kasus ini.
Sehingga selain strategi Mortification, mestinya strategi Reducing Offensiveness of Event juga digunakan, terutama taktik Compensation.
Taktik ini adalah memberikan ganti rugi sebagai bentuk tanggung jawab atau menebus kesalahan yang telah terjadi.
Lihat Langkahnya, Ambil Hikmahnya
Nasi sudah menjadi bubur, dan bubur pun barangkali sudah rusak juga. Eks bos Garuda tidak terlihat mengambil langkah komunikasi apapun juga.
Tidak terlihat seperti situasi krisis, meskipun situasinya sudah sangat genting dan gaduh.
Dia masih berdiam diri, tidak ada suara meskipun suara "no comment". Mungkin, sebentar lagi kita akan menyaksikan akhir ceritanya.
Saya berpendapat, bos BUMN akan memanen hasil komunikasi yang berbeda, jika eks bos Garuda ini melakukan tahapan-tahapan manajemen reputasi secara tepat dan menyampaikannya secara elegan.
Setidaknya pesan yang disampaikan mengandung beberapa muatan strategis terkait restorasi citra, pada saat yang tepat, sebagai berikut:
Pertama, minta maaf atas kesalahan yang sudah dilakukan. Permintaan maaf kepada semua pihak, mulai dari pihak pemerintah sampai karyawan.
Kedua, nyatakan pengunduran diri. Pengunduran diri adalah bentuk dari tanggung jawab atas kesalahan yang sudah dilakukan.
Ketiga, mengganti denda dan kerugian negara. Pernyataan ini adalah bentuk penyesalan yang sangat mendalam sekaligus janji bahwa ke depannya akan memperbaiki diri.
Jika perlu nyatakan kesiapannya menerima konsekuensi hukum.
Keempat, ucapan terima kasih. Ucapan ini sebaiknya diapresiasikan untuk semua jajaran karyawan dari yang terkecil yang sudah bersama-sama membantu pekerjaannya.
Tentu saja sangat tidak tepat karena sudah sangat terlambat jika dilakukan saat ini.
Saat yang tepat adalah sebelum Menteri Erick memecat bos BUMN, tapi lebih tepat lagi sebelum disuruh mundur.
Tidak ada jaminan apakah setelah melakukan upaya restorasi citra di atas akan mendapat perlakuan yang lebih baik atau sama saja.
Dari sisi komunikasi, strategi inilah yang disebut paling elegan oleh Benoit yang juga menulis buku "Accounts, Excuses, and Apologies" (2014).
Barangkali hal ini juga termasuk "harakiri" pasukan Samurai dalam menjaga kehormatan dirinya yang sangat dihormati di Jepang.
Mungkin, itu saja hikmah yang bisa diambil.