Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
UYM Sosok Teladan Bagi Generasi Milenial Nahdliyyin
Gus-gus keren dari NU ini dapat diandaikan sebagai “Waratsatul” Wali Songo, yang tidak saja seniman, ilmuan, tapi juga wirausahawan.
Editor: Husein Sanusi
Motivasi dakwah dalam bisnis membedakan UYM dari para pengusaha lainnya. Bisnis hanya kendaraan dalam berdakwah. Tidak heran, setelah sukses di bidang bisnis investasi dan layanan keuangan, UYM mendirikan sekolah bisnis online bernama Wisata Hati Business School dan Program Pembibitan Penghafal AL-Quran (PPPA) Daarul Qur’an. Bisnis, edukasi, dan dakwah Islam berpilin dengan sangat kuat. Ini perbedaan mencolok UYM dan Gus Baha’, misalnya, atau gus-gus yang disebut di atas.
Dalam pengertian akademik pun, UYM dapat disebut fenomena Living Quran. Penerjemahan konkret nilai-nilai Quran dalam pengalaman sehari-hari, dunia bisnis. Semua umat muslim sebenarnya sudah mengerti, Nabi Muhammad saw adalah seorang pebisnis sejak usia kecil hingga remaja. Baru di usia 40/43 tahun, Nabi menerima wahyu dan menjadi Rasul, kemudian sepenuhnya beralih di medan dakwah Islamiah.
Perjalanan hidup UYM, dengan kata lain, adalah Living Hadits. Memulai usaha sejak tahun 1996 saat ia masih berusia 20 tahun, UYM telah memilih mendedikasikan hidupnya untuk dunia bisnis. Baru setelah memasuki usia kira-kira 44 tahun seperti sekarang ini, UYM memilih terjun ke dunia pendidikan. Perjalanan hidup ini, bagi penulis yang lebih banyak mengenal kultur luar Jawa, membuat UYM layak disebut “Kiai” dalam pengertian kultur Jawa, atau sebagai “Ulama” dalam pengertian Waratsatul Anbiya’.
Terakhir, warga Nahdliyyin dalam keadaan genting dan terdesak untuk mengembangkan dunia wirausaha. Mandiri secara ekonomi, sehingga fokus beragama tidak terganggu oleh kebutuhan mencari materi. Tentu saja harus disesuaikan dengan perkembangan zaman milenial.
Lebih-lebih, jamaah Nahdliyyin hidup di pedesaan, pedalaman, dan wilayah-wilayah yang belum mengalami urbanisasi warga Nahdliyyin Urban tidak begitu banyak di banding mereka yang di desa-desa. Pemberdayaan ekonomi umat adalah urusan “dharuriyah” yang tidak bisa ditawar lagi; sebuah keniscayaan yang menuntut program kerja dan realisasinya sesegera mungkin. Wallahu a’lam bis shawab.
*Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.