Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Putusan 'Bocor', Ajukan Lagi Judicial Review UU Corona
Perppu yang sedang diuji tersebut telah disahkan menjadi undang-undang (UU) sehingga gugatan tersebut kehilangan objek perkaranya.
Editor: Hasanudin Aco
Dalam Perppu tersebut, ada kekebalan hukum yang diberikan ke pihak-pihak tertentu. Mereka adalah pejabat-pejabat di bidang keuangan, yakni
KSSK, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Ada lima alasan para penggugat mengajukan "judicial review" untuk membatalkan Pasal 27 Perppu No 1/2020 ini.
Pertama, pasal tersebut adalah pasal "superbody" dan memberikan imunitas atau kekebalan hukum kepada aparat pemerintahan untuk tidak bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga peradilan, sehingga Pasal 27 Perppu No 1/2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum, sehingga semestinya semua penyelenggaraan pemerintahan dapat diuji atau dikontrol oleh hukum baik secara pidana, perdata maupun tata usaha negara.
Kedua, jika perbandingan mengacu kedudukan Presiden RI adalah tidak kebal karena tetap manusia biasa yang tidak luput dari salah dan khilaf sehingga terdapat sarana pemakzulan (impeachment) apabila diduga melanggar ketentuan UU atau UUD 1945, dan sekelas Presiden RI saja tidak kebal hukum, termasuk tetap dapat dituntut secara hukum apabila melanggar hukum baik dalam keadaan normal maupun bencana, hal ini berbeda dengan kekebalan para pejabat keuangan yang tidak dapat dituntut hukum sebagaimana diatur Pasal 27 Perppu No 1/2020.
Ketiga, agar tidak terulang lagi skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Bank Century. Dalil BLBI dan Bank Century selalu disandarkan pada istilah kebijakan yang tidak bisa dituntut.
Keempat, Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tahun 2008 menerbitkan Perppu yang sejenis, yakni Perppu No 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, namun ditolak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, sehingga semestinya tidak pernah ada lagi Perppu yang memberikan kekebalan hukum terhadap penyelenggara pemerintahan terkait keuangan negara.
Kelima, dalil iktikad baik tidak bisa dituntut hukum dan bukan merugikan keuangan negara harus diuji melalui proses hukum yang adil dan terbuka, tidak boleh ada istilah iktikad baik berdasarkan penilaian subjektif oleh pelaku penyelenggara pemerintahan sendiri.
Kini, dengan mengabaikan yurisprudensi Perppu No 4/2028 yang pernah ditolak DPR RI, para wakil rakyat di Senayan itu telah mengesahkan Perppu No 1/2020 menjadi UU, Selasa (12/5/2020).
Lalu, apa yang harus dilakukan para penggugat itu? Ialah mencabut gugatan atas Perppu No 1/2020, kemudian mengajukan gugatan baru ke MK atas UU yang semula merupakan Perppu No 1/2020, khususnya agar Pasal 27 UU tersebut dibatalkan. Hal ini diatur dalam Hukum Acara MK.
Kapan gugatan baru itu diajukan? Yakni setelah UU yang semula merupakan Perppu No 1/2020 tersebut mendapat penomoran dari Kementerian Sekretariat Negara. Artinya, penggugat harus menunggu sampai UU baru tersebut diumumkan di Lembaran Negara.
Berdasarkan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan, pemerintah dan DPR memiliki waktu maksimal 30 hari untuk memberikan nomor atas UU yang telah disahkan tersebut.
Jika "judicial review" atas Pasal 27 UU yang semula merupakan Perppu No 1/2020 tersebut sudah kembali diajukan, maka seyogyanya MK mengabulkannya baik sebagian atau pun seluruhnya. Mengapa?
Pertama, untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termaktub di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yakni "Negara Indonesia adalah negara hukum".
Pasal 27 UU Corona harus dinyatakan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.