Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
RUU HIP, Pancasila dan BPIP
Beberapa hari terakhir ini muncul polemik terkait RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang tengah dibahas oleh parlemen
Editor: Malvyandie Haryadi
Namun patut dicatat bahwa Soeakrno yang pertama kali memberi nama kata “Pancasila” dalam pidatonya dengan urutan sila yaitu: 1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau demokrasi; 4. Kesejahteraan sosial; dan 5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Rumusan dasar negara disusun oleh tim Sembilan yang diketua Soekarno yang dibentuk sejak 1 Juni 1945 dan dilaporkan hasilnya pada 22 Juni 1945 yang kemudian dikenal dengan istilah ‘Piagam Jakarta”.
Rumusan hasil piagam Jakarta dibawah lagi masuk dalam sidang BPUPKI yang berlangsung dari tanggal 10-16 Juli 1945.
Sementara penghilangan 7 kata dalam sila pertama Piagam Jakarta dan beberapa perubahan kata lainnya yang telah diputuskan terjadi setelah proklamasi yakni saat sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yang merupakan hasil lobi dan kebijaksaan kelompok Islamis-Nasionalis menjaga keutuhan NKRI.
Pengungkapan historisitas objektif seperti ini perlu diungkapkan dalam naskah akademik RUU HIP agar tidak terkesan mengesampingkan sumbangsih terbesar umat Islam dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
BPIP bertugas wajib menyampaikan sejarah objektif tersebut kepada generasi bangsa dan terutama dalam penulisan yang sebenarnya.
Agar BPIP dalam tujuan dan berfungsi bekerja secara maksimal dan upaya preventif mencegah pembentukan regulasi yang dinilai bertentangan dengan ideologi Pancasila, saya mendorong BPIP tidak lagi dibentuk berdasarkan Perpres tetapi dengan UU.
Kelembagaannya menjadi Dewan Nasional atau Dewan Negara Pembinaan Ideologi Pancasila dan Perundang-undangan.
Perundang-undagan disini bukan dimaksud mengambil tugas dan fungsi DPR sebagai pembentuk UU namun sebagai Pengawal yang memberikan assesmen terhadap kelembagaan negara/pemerintah dan bersifat independen bebas dari segala pengaruh kekuasaan dan berkedudukan sebagai lembaga negara.
Konsekuensinya tentu perlu perubahan UU lain terkait dengan tugas, fungsi, kewenangan dan kedudukan lembaga nantinya. Selamat hari jadi Pancasila ke-75, salam Pancasila !
Jakarta, 1 Juni 2020