Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Hagia Sophia, Sandi 'Penaklukan' Politik Domestik Turki
Kebijakan Hagia Sophia dipilih Erdoğan karena memang punya magnet sebagai kekuatan pemersatu dari sekian ragam simbol bersejarah di Turki.
Editor: Malvyandie Haryadi
Saat itu, tema penaklukan sangat sensitif, terlihat dari konsekuensi penulis puisi untuk Hagia Sophia, seperti Osman Yüksel Serdengeçti, yang akhirnya musti menerima konsekuensi diadili.
Puisinya, yang merupakan subjek persidangan, sebenarnya mewakili emosi dan aspirasi sayap Turki-Islamis untuk Hagia Sophia.
Memang, ketika Atatürk memerintahkan Hagia Sophia untuk diubah menjadi museum pada tahun 1934 juga muncul banyak reaksi.
Akan tetapi, sebagian masyarakat lebih memilih untuk menentang dan mengkritik langkah-langkah yang diambil dalam periode partai tunggal pada 1950-an dan tahun-tahun berikutnya, mencoba melakukan ini tanpa berani menyerang Atatürk secara pribadi, begitupun soal kebijakan Hagia Sophia.
Memori Terdalam yang Tidak Dapat Dicerabut
Diantara upaya mencerabut memori, Hagia Sophia menjadi artefak penting bagi kalangan Islam yang sepertinya tidak berhasil dicerabut dari agenda Turkisasi ala Nasionalis Kemalis yang Islamophobia dan Xenophobia.
Ini disebabkan memori sejarah yang telah mengendap ke alam bawah sadar mayoritas warga Turki.
Dahulunya, Hagia Sophia merupakan Gereja yang dibangun oleh Kaisar Bizantium Justinianos untuk mencerminkan kehebatan dan kekuata dari kekaisaran dan dibuka untuk beribadah pada tahun 537 sebagai pusat agama Kristen Timur selama 9 abad.
Itu adalah gereja pusat dari Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium). Kekaisaran Ottoman mengambil alih kehebatan ini dari tahun 1453 atas nama kerajaannya sendiri dan Islam. Selama 481 tahun ke depan, Hagia Sophia digunakan sebagai masjid kekaisaran. Pada periode Ottoman.
Keputusan untuk mengubah Hagia Sophia menjadi museum pada tahun 1934 terdiri dari beberapa tahap hingga 1934.
Transformasi yang paling mendasar adalah dengan transisi ke Republik. Karena hingga saat itu, Hagia Sophia, sebuah masjid kekaisaran Ottoman, sekarang menjadi masjid yang normal.
Dalam proses penghapusan kesultanan pada tahun 1922, transisi ke republik dan penghapusan kekhalifahan pada tahun 1924, makna simbolis dari Hagia Sophia sepenuhnya disingkirkan.
Selain itu, pada tahun 1925, makam sultan, ditutup oleh mahkamah.
Dua tahun sebelum status museum, pada malam Lailatul Qodar pada tanggal 3 Februari 1932, sesuai dengan proses Turkisasi adzan, Hagia Sophia dijadikan tempat even membaca Alqur-an diselenggarakan di Hagia Sophia dengan instruksi dari Atatürk.