Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Perlu Political Will Dalam Menjaga Industri Pesawat Dirgantara

Pemerintah perlu menunjukan political will untuk menunjukkan kepedulian terhadap bangkitnya industri pesawat terbang nasional

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Perlu Political Will Dalam Menjaga Industri Pesawat Dirgantara
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Penjaga stan mengajak pengunjung berpartisipasi dalam bentuk sumbangan dana atau crowdfunding melalui platform Kitabisa.com untuk mewujudkan pembuatan prototipe pesawat R80 pada Islamic Festival Book Fair Jabar di Balai Asri Pusdai Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (28/11/2017). (TRIBUN JABAR/GANI 

Oleh Ricky Rachmadi

Pengamat sosial politik

Mantan Pemimpin Redaksi HU Suara Karya

DALAM riwayat perjalanan dunia penerbangan nusantara, tentu orang tidak akan melupakan aksi heroik masyarakat Aceh yang secara gotong royong membeli pesawat Dakota RI-001 Seulawah untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Bertempat di Hotel Kutaraja Aceh pada tanggal 16 Juni 1948, dipimpin Presiden Soekarno bersama Djuned Yusuf dan Said Muhammad Alhabsyi, masyarakat Aceh mengumpulkan sumbangan setara dengan 20 Kg emas yang digunakan untuk membeli pesawat angkut pertama yang dimiliki Indonesia.

Peristiwa ini dianggap sebagai cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, pasca-kemerdekaan, upaya Presiden Soeharto untuk membangun Industri Dirgantara nasional yang mandiri dan berdaulat pun tidak berhenti.

Berita Rekomendasi

Sejak tahun 1960 sampai 1964, pemerintah Indonesia mengirim Nurtanio Pringgo Adisuryo ke Far Eastern Air Transport Incorporated (FEATI) di Filipina.

Bersama rekan-rekannya, Marsekal Udara kelahiran Kandangan Kalimantan Selatan yang meninggal di Bandung Jawa Barat itu, belajar industri kedirgantaraan di negeri Aquino.

Setelah kembali, Nurtanio diberi tugas memimpin Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP).

Meski Presiden Soekarno jatuh karena peristiwa politik, tapi upaya membangun industri dirgantara nasional memang tidak berhenti.

Presiden Soeharto, terus melanjutkan upaya pendahulunya.

Bahkan bisa dikatakan lebih berita sifat massif dan serius.

Hal ini bisa dilihat ketika pada 26 April 1976, Indonesia membangun industri pesawat terbang pertama dan satu-satunya di Asia Tenggara bernama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang dipimpin BJ. Habibie.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas