Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Bencana Non-alam, Ilmu Titen, Datangnya Lampor, dan Kepercayaan Jawa Kuno
Sebagian masyarakat Jawa mempercayai Lampor adalah pasukan Nyi Roro Kidul yang tengah bergerak dari Laut Selatan ke Gunung Merapi.
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : GOENAWAN A SAMBODO, Epigraf & Ahli Sejarah Kuno
BENCANA selain oleh sebab alam, ada bencana lain yang tidak disebabkan alam. Itulah petaka akibat peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam, seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Orang-orang di Jawa mengingat bencana lewat mitos. Mereka juga percaya ada pertanda sebelum wabah penyakit datang.
Orang Jawa menghayati ngelmu titen, artinya ilmu yang berbasis pengalaman empiris. Pengalaman fenomenologis yang telah berulang itu sering menjadi sandaran memahami lintang kemukus sebagai tanda hadirnya zaman tidak karuan.
Di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, masyarakat masih percaya dengan mitos pulung gantung, ditandai hadirnya lintang clorot.
Bentuknya sama dengan lintang kemukus dan dipercaya sebagai tanda kematian. Kebanyakan gantung diri.
Dahulu orang percaya ada hantu pembawa maut berwujud bola arwah. Terkadang ia muncul sebagai rombongan prajurit ganas yang bisa membunuh manusia ketika mereka tertidur.
Hantu bernama Lampor itu kerap menimbulkan suara gaduh. Suaranya berasal dari iringan kereta kuda dan derap kaki pasukan.
Baca: Kitab Pararaton, Letusan Gunung Berapi, dan Tanda-tanda Bencana di Masa Kuno
Sementara masyarakat di Jawa Timur percaya kalau Lampor muncul bersamaan wabah penyakit.
Namun, Lampor punya kelemahan. Konon, ia tak bisa duduk atau jongkok. Jadi orang-orang akan memilih tidur di bawah dipan atau di lantai agar Lampor tak mencekik mereka.
Dari buku Sejarah Kutha Sala: Kraton Sala, Bengawan Sala, Gunung Lawu tulisan R.M. Ng. Tiknopranoto dan R. Mardisuwignya, orang-orang di Solo dan sekitarnya percaya bila komet muncul di arah timur, tandanya ada raja yang sedang berbela sungkawa.
Lalu rakyatnya bingung. Desa pun banyak yang mengalami kerusakan dan kesusahan. Harga beras dan padi murah, tetapi emas mahal harganya.
Bila muncul di tenggara, menandakan ada raja yang mangkat. Orang desa banyak yang pindah. Hujan jarang. Buah banyak yang rusak.
Ada wabah penyakit yang membuat banyak orang sakit dan meninggal. Beras dan padi mahal. Kerbau dan sapi banyak yang dijual.