Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pesta Demokrasi di Tengah Pandemi Bisa Jadi Solusi?

keputusan untuk mendahulukan pemilihan kepala daerah dibandingkan dengan ancaman kesehatan tak bisa dikatakan sebagai kebijakan yang solutif

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Pesta Demokrasi di Tengah Pandemi Bisa Jadi Solusi?
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ilustrasi Pilkada 

Hal serupa juga diungkapkan oleh Ketua DPR, Puan Maharani yang menjelaskan penanganan pandemi akan menjadi lambat jika Pilkada Serentak terus diundur.

Pasalnya, sebanyak 270 daerah akan dipimpin oleh pejabat pelaksana tugas (plt) yang tidak memiliki keterbatasan kewenangan dalam pengambilan keputusan strategis.

Jika itu alasan pemerintah, maka jelas hal ini tidak seperti yang digambarkan oleh pakar Ilmu Politik, Robert Dahl mengenai konsep demokrasi.

Dahl menguraikan lima kriteria mutlak dalam demokrasi. Pertama, persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat.

Kedua, partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif.

Ketiga, pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis.

Keempat, kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan ekslusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyarakat.

Berita Rekomendasi

Kelima, pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat mencakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum. Sementara Pemilu bagi Samuel Huntington merupakan esensi dari demokrasi dan tujuan akhir untuk menghasilkan keputusan puncak.

Lebih jauh, kampanye secara daring sebagai salah satu aturan yang dilakukan pada Pilkada Serentak 2020, tidak banyak diminati oleh para pasangan calon kepala daerah.

Data hasil pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI pada 10 hari masa kampanye, hanya terdapat 39 Kabupaten/Kota atau 14 persen dari total daerah, yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 melakukan kampanye online.

Dalam analisis Bawaslu, beberapa hal yang menjadi alasan para calon kepala daerah yang bertarung di antaranya ; tidak terjangkaunya akses internet di daerah, keterbatasan penggunaan dan fitur di gawai masyarakat, serta kurangnya peminat untuk mengikuti kampanye secara virtual.

Padahal, dalam PKPU No 13 Tahun 2020 kampanye tatap muka sudah sangat dibatasi. Hasil temuan Bawaslu berikutnya, hingga medio Oktober 2020 pelanggaran protokol kesehatan (prokes) masih sebanyak 375 kasus, yang artinya ancaman penularan masih memiliki resiko besar di daerah penyelenggara Pilkada.

Baca juga: KPK Wanti-wanti Kepala Daerah di NTB Tak Gunakan Bansos untuk Pilkada

Oleh karenanya, Indonesia sebagai negara demokrasi, keputusan untuk mendahulukan pemilihan kepala daerah dibandingkan dengan ancaman kesehatan yang akan diterima oleh masyarakat selama masa kampanye dan pencoblosan tidak bisa dikatakan sebagai kebijakan yang solutif.

Terlebih, banyak dari kalangan organisasi masyarakat sipil dan organisasi massa besar di Indonesia, seperti PBNU dan Muhammadiyah yang meminta secara tegas penundaan Pilkada.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas