Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Absurditas di Larangan Mudik
Mengapa hasrat masyarakat untuk mudik tetap bergelora meski ancaman sanksi menanti bagi mereka yang melanggar?
Editor: Sanusi
Oleh: Dr. Sawedi Muhammad, Sosiolog Universitas Hasanuddin
TRIBUNNEWS.COM - Hari Raya Idul Fitri tahun ini adalah Hari Raya kedua di masa pandemi Covid-19. Seperti tahun lalu, pemerintah melakukan pelarangan mudik untuk mencegah penyebaran virus mematikan ini ke seluruh pelosok tanah air.
Larangan mudik bukan sekadar himbauan saja, tetapi diformalkan melalu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Meski larangan mudik telah disosialisasikan secara massif melalui berbagai platform media sosial dan media mainstream, keinginan mudik bagi jutaan masyarakat sangat susah dicegah.
Berdasarkan survey terkait mudik 2021 yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, sebanyak 7 persen atau 18 juta masyarakat Indonesia tetap melakukan mudik ke kampung halaman jelang Hari Raya Idul Fitri 2021.
Baca juga: Antisipasi Pemudik Sepeda Motor, Polisi Bikin Penyekatan Jalur di Pos Gamon Karawang
Mengapa hasrat masyarakat untuk mudik tetap bergelora meski ancaman sanksi menanti bagi mereka yang melanggar? Apakah mereka tidak menyadari kemungkinan menjadi pembawa virus di tengah-tengah keluarga yang mereka cintai di kampung halaman?
Ajakan dan Larangan
Dalam konferensi pers APBN Kita edisi April 2021, Kamis (22/4/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta masyarakat tetap menyambut lebaran dengan penuh suka cita.
Sri Mulyani mengatakan kegiatan belanja menjelang Lebaran seperti pembelian baju baru harus tetap dilakukan.
Hal itu agar kegiatan ekonomi tetap berjalan (detiknews, 03 Mei 2021). Pernyataan ini kemudian menjadi viral dan ditafsirkan berbagai kalangan sebagai pemicu banyaknya kerumunan di berbagai pusat perbelanjaan menjelang hari Lebaran.
Baca juga: Perjuangan Agus Berupaya Lolos dari Penyekatan Jalur Mudik Agar Bisa Melamar Calon Istri di Klaten
Fakta lain yang tidak kalah kontroversilnya adalah ajakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno agar masyarakat mengunjungi destinasi wisata lokal selama libur Hari Raya Idul Fitri.
Melalui keterangan tertulisnya, Sandi menyampaikan agar masyarakat yang berwisata harus mematuhi aturan terkait kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro yang diterapkan pemerintah daerah (CNN Indonesia, 21/04/2021).
Ajakan Sandiaga Uno ini ramai diperdebatkan karena dianggap dapat memicu kerumunan di tempat-tempat wisata.
Hal lain yang mengejutkan publik adalah kedatangan ratusan Warga Negara Asing (WNA) dari India dan China di tengah perintah larangan mudik. Sebagaimana dilaporkan oleh CNN Indonesia, (7 Mei 2021) WN India masuk melalui Bandara Soekarno-Hatta sebanyak 454 orang, di saat India menjadi sorotan dunia akibat “tsunami Covid-19” dan juga mutasi varian B1617 yang sudah menelan korban sekitar 200.000 orang di India.
Demikian pula dengan kedatangan ratusan WNA asal China beberapa bulan terakhir. Kamis, 7 Mei 2021, 171 WNA asal China mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pukul 11.50 menggunakan pesawat Xianmen Air MF855 dari Fozhou.
Sebelumnya, tanggal 4 Mei tiba sebanyak 85 WNA asal China menumpang pesawat China Southern Airlines (charter flight) dari Shenzen dengan nomor penerbangan CZ8353 (Wartakota, 7 Mei, 2021).
Himbauan belanja baju lebaran, ajakan berwisata saat liburan Hari Raya dan kelonggaran kunjungan WNA ke tanah air adalah beberapa kontradiksi yang menyebabkan larangan mudik menjadi sesuatu yang disebut filsuf Albert Camus sebagai absurditas.