Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dramaturgi Keselamatan Jurnalis Pada Saat Pandemi Covid-19
Keberadaan jurnalis menjadi penjaga kejernihan informasi dari ketidakjelasan informasi semakin membuat masyarakat “gagal” mempersiapkan diri
Editor: Toni Bramantoro
Sebuah laporan baru yang berisi jurnalis yang bekerja di Global South and Emerging Economies, menyoroti tantangan yang dihadapi oleh profesi selama pandemi, dirilis oleh Thomson Reuters Foundation.
Laporan ini menawarkan gambaran kontekstual tentang dampak Covid-19 pada media dan masyarakat, dan bagaimana ruang redaksi menanggapi krisis ini, sebelum menyoroti masalah kritis yang dihadapi oleh profesi, termasuk: Perubahan struktur ruang redaksi dan metode pelaporan; Misinformasi dan 'infodemik' global; Meningkatnya ancaman terhadap kebebasan media; Percepatan 'jatuh bebas' keuangan jurnalisme; dan, Kesehatan mental dan kesejahteraan jurnalis.
Jurnalis menjalankan tiga fungsi; Pertama, menyediakan informasi akurat tentang penyakit tersebut untuk publik, komunitas medis dan sains, serta para pemangku kebijakan.
Kedua, bertindak sebagai penyampai informasi multi arah antara publik-pemerintah atau pemerintah-sains, dan pemerintah serta lembaga lokal-internasional.
Ketiga, mengawasi pemerintah dan institusi-institusi terkait merespons peristiwa-peristiwa tertentu terkait krisis seperti pandemi, baik dalam jangka pendek maupun panjang (Wilkins, 2005; Lubens, 2015).
Tekanan dan Tugas
New Normal pada masa pandemi justeru berdampak lebih buruk bagi jurnalis. Sejak pandemi merebak di negeri ini, akhirnya dunia media dan pemberitaan akhirnya terdampak. Alhasil, normal baru bagi media dan awak media menjadi cerita berbeda.
Media mengalami kelesuan dan yang berpretensi pada kuantitas tenaga pekerja di dalam kantor media atau di lapangan. Sedang mereka juga mendapatkan tekanan kerja yang hampir bentuknya sangat normal artinya tidak ubahnya baik dalam kondisi pandemi atau tidak.
Data media berdasarkan setidaknya anggota asosiasi yang menjadi konstituen Dewan Pers Jumlah media di Indonesia pada awal 2020 lebih dari 1.878 cetak, online, radio dan televisi. Menurut data dari riset Jenderal Serikat Penerbit Pers (SPS) mengatakan, Covid-19 ini memberikan ancaman PHK yang sangat nyata bagi pekerja media.
SPS menaungi lebih dari 400 media di Indonesia. Sudah hampir separuh sudah dan sedang merencanakan PHK. Sebanyak 70 persen anggota sudah tidak mampu melihat jalan terang di balik pandemi.
Ini persoalan besar. Mereka menganggap tidak ada lagi ruang untuk berkreasi, tidak ada peluang di balik krisis. Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) pun merilis survei, sebanyak 20 persen media online memilih untuk memotong gaji wartawannya ketimbang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Media yang merumahkan karyawan ada 15 persen, terjadi di Jawa Timur, Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Aliansi Jurnalisme Independen (AJI) secara eksternal mengutarakan bahwa ancaman terhadap kebebasan pers masih terjadi.
Reporters Without Borders menetapkan Kebebasan Pers Indonesia tahun 2021 di ranking 113 dari 180 negara. Posisi ini naik enam tingkat dibandingkan indeks tahun 2020.