Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Akankah Azis Syamsuddin Buka Kotak Pandora?
Mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa telah lebih dulu "bernyanyi": Aziz Syamsuddin minta fee 8 persen terkait penetapan DAK.
Editor: Hasanudin Aco
Aziz, dan Robin yang diklaim sebagai "anak asuh"-nya, mungkin berprinsip "Palugada" atau "apa yang lu perlu, gua ada". Mereka pun menjadi "markus" (makelar kasus).
Ada sejumlah kasus lain yang juga diduga melibatkan Aziz Syamsuddin.
Di antaranya kasus korupsi proyek Simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri tahun 2013. Kasus-kasus itu bakal diungkap atau tidak, tergantung KPK.
Yang jelas, penetapan tersangka Aziz Syamsuddin bisa menjadi entry point bagi pengusutan kasus-kasus Aziz lainnya. Juga untuk membuka kotak Pandora patgulipat penyusunan anggaran di DPR.
Bubarkan MKD!
Mungkin karena sadar bahwa perkara Aziz Syamsuddin bisa merembet ke mana-mana, terutama ke kolega-koleganya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) melempem.
Kasus dugaan pelanggaran etik Aziz Syamsuddin terkait korupsi DAK Lampung Tengah itu sebenarnya sudah diadukan ke MKD sejak 2017. Tapi sampai sekarang tak kunjung diproses.
MKD berlindung di balik dalih legal formal. Misalnya, pengadunya setelah diverifikasi tidak jelas legal standing-nya.
Ketika Aziz Syamsuddin sudah ditangkap KPK pun, MKD masih berkilah. Pimpinan MKD mengaku tidak mau mengintervensi proses hukum Aziz di KPK. Mereka menunggu bola muntah dari KPK.
Padahal, itu hanya alibi belaka. Sebab dugaan pelanggaran etik yang diurus MKD berbeda klasternya dengan proses hukum di KPK.
Derajat etik lebih tinggi daripada hukum. Melanggar hukum sudah pasti melanggar etik.
Tapi melanggar etik belum tentu melanggar hukum.
Melempemnya MKD terhadap Aziz Syamsuddin mengingatkan kita akan sikap MKD yang sama saat menghadapi kasus Setya Novanto yang saat itu menjabat Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar.
Jika MKD baru bertindak setelah ada tindakan hukum dari KPK atau aparat penegak hukum lain, lalu apa gunanya MKD? Bubarkan saja karena MKD tak ada guna.