Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Kritik atas Tulisan HMI vs PMII di Muktamar NU ke-34 dan Menyikapi dengan Bijak

Maka dengan ini izinkan penulis yang merupakan seorang santri al-faqir ini untuk memberikan kritikan kepada tulisan tersebut

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Kritik atas Tulisan HMI vs PMII di Muktamar NU ke-34 dan Menyikapi dengan Bijak
SURYA/SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
MOLOR - Pimpinan Sidang Slamet Effendy Yusuf (tengahi) didampingi Ketua PBNU Said Aqil Siradj (tiga kanan) memimpin sidang pembahasan Tata Tertib Muktamar NU ke-33 di Alun-alun Jombang, Minggu (2/8). Pembahasan Tatib yang seharusnya digelar Sabtu (1/8) malam, diundur menjadi Minggu (2/8) itu diwarnai sejumlah protes dari sejumlah muktamirin ketika pembahasan dan penetapan tatib. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ 

Lanjut ke paragraf selanjutnya, menyambung lidah dari teman-teman Ikatan Pelajar NU
(IPNU) yang hal ini datang dari Yanju Sahara sebagai Ketum PMII DIY dan menjabat juga
sebagai Ketua Hubungan Luar Negeri PB PMII mengomentari hoaks kalimat dalam tulisan
tersebut yaitu “Misalnya, Bapak Menkopolhukam Mahfud MD sudah jelas-jelas pernah
mendirikan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Wahid Hasyim di Universitas
Islam Indonesia (UII) bersama Marwan Ja'far” karena tidak sesuai dengan data yang ada,
selengkapnya bisa diklarifikasi kepada saudara Yanju.

Dan pada kalimat selanjutnya yang menyatakan Prof. Mahfud MD tidak bisa diterima
kepemimpinan nya di PBNU merupakan hal yang harus ditelaah lagi.

Prof. Mahfud merupakan lulusan Pondok Pesantren Salaf yang bernama Somber Langgah sekarang bernama Al-Mardhiyyah yang merupakan berbasic NU. Beliau juga merupakan anak emas dari Gus Dur yang juga diangkat Gus Dur menjadi Menteri Pertahanan di era nya.

Beliau mengaku sebagai keluarga Gus Dur secara idiologis dan sampai saat ini masih menjaga
silaturahim dengan keluarga Gus Dur. Maka tak heran ketika penulis semasa menyantri di
Pesantren Tebuireng, Mahfud MD sering berkunjung ke Pesantren Tebuireng untuk
bersilaturahim.

Maka menjustifikasi Mahfud MD seperti tulisan tersebut patut ditelaah kembali apalagi
menyangkut pautkan untuk tidak menerima Gus Yahya Cholil sebagai Ketum PBNU karena
kader HMI.

Dan mengharuskan kader PMII menjadi Ketum PBNU mendatang juga harus ditelaah kembali agar tidak terlalu fanatik.

Karena Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy‟ari membenci dan menyerukan agar menjauhi kefanatikan atau taqlid buta yang terdapat dalam kitab karya beliau berjudul al-Tibyan fi al-Nahyi „an Muqatha‟ati al-Arham wa al-„Aqarib wa al-Ikhwan , hal. 33, atau selengkapnya bisa dibaca tulisan penulis di situs resmi Pesantren Tebuireng (tebuireng.online).

Berita Rekomendasi

Terakhir dikalimat penutup pada tulisan tersebut, pada kalimat “Inilah arti penting mengapa
kader terbaik PMII harus menjadi Ketum PBNU. Kecuali Jika Keluarga Besar PMII sudah
mengikhlaskan PBNU di pimpin kader HMI!”.

Kalimat tersebut terasa provokatif dan penggiringan opini, karena jika ditelaah lebih dalam PBNU pernah dipimpin oleh kader HMI yaitu Prof. KH. Hasyim Muzadi yang membawa NU gemilang dan merangkul semua golongan.

Jangan dikarenakan pelengseran Gus Dur yang dituduhkan kepada HMI Connection membuat taqlid buta dan membenci HMI, padahal jika ditelisik kembali pelengseran Gus Dur lebih tapatnya dilengserkan oleh Akbar Tanjung Connection yang di dalam nya mayoritas alumni HMI tecantum dalam Skenario Semut Merah (SEMER).

Nama itu antara lain Akbar Tandjung, Fuad Bawazier, Hidayat Nur Wahid, Alimarwan Hanan,
Hamdan Zoelva, Patrialis Akbar, Azyumardi, Anas Urbaningrum, M. Fakhruddin, dan Amien
Rais.

Maka dengan itu tulisan yang terhormat KH. Imam Jazuli harus ditelaah lebih dalam lagi agar
sesuai dengan Mabadi Khairul Ummah yaitu ash-shidqu (benar atau tidak berdusta) yang
merupakan prinsip sosial yang dikemukakan pada Muktamar NU pada 1939 di Magelang.

Maka dalam hal ini penulis sebagai santri juga ingin menerapkan dalam tulisan ini yaitu tiga
ciri ajaran ahlussunnah wal jama‟ah, ath-thawasuth atau moderat (tengah-tengah), at-tawazun
(seimbang), dalam i‟tidal (tegak lurus).

Penulis sebagai santri dan warga NU berharap Muktamar NU ke-34 mendatang berjalan
sesuai dengan di atas yaitu ajaran ahlussunah wal jama‟ah an-nahdliyah.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas